Orangutan Mati Ditembaki 130 Peluru, Pelakunya Satu Keluarga
Suarabamega25.com – Polisi telah menetapkan 5 tersangka penembak orangutan (Pongo Pygmaeus) yang mati tertembus 130 peluru senapan angin, di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Meski sadar perbuatan mereka melanggar hukum, namun para pelaku tetap menembaki satwa primata itu.
Motif kelima pelaku terbongkar. Mereka menganggap orangutan sebagai hama lantaran telah mengganggu kebun mereka berupa nanas, sawit maupun tanaman kayu gaharu yang berada di area di Taman Nasional Kutai (TNK).
Padahal, jauh sebelum mereka bermukim dan berkebun, area hutan TNK adalah habitat satwa primata yang di dalamnya memiliki hutan primer dan sekunder.
“Mereka sebenarnya tahu, melukai satwa itu melanggar undang-undang. Tapi tidak peduli,” kata Kapolres Kutai Timur AKBP Teddy Ristiawan kepada merdeka.com, Sabtu (17/2).
Lima orang dalam satu keluarga, warga Desa Teluk Pandan, Kutai Timur, ditangkap Kamis (15/2) sore. Mereka ditetapkan tersangka sehari kemudian, terkait kematian Orangutan yang tertembus 130 peluru. Empat senapan angin disita sebagai barang bukti.
Kelima orang itu adalah Nasir (54), Rustan (37), Muis (36), Andi (37) dan He (13).
“Lima orang tersangka, 4 dewasa dan satu orang anak. Mereka ini satu keluarga. Nasir adalah kakek, anaknya adalah Rustan, Andi menantunya dan He cucunya. Sedangkan Muis adalah tetangga,” kata ungkapnya.
Empat senapan angin, jadi bukti kesadisan kelima tersangka, yang memberondong orangutan jantan usia 5-7 tahun itu dengan ratusan peluru, hingga berakibat kematian mengenaskan.
“Mereka ini tidak tinggal di daerah terpencil sebenarnya. Jarak dari jalan raya ke rumah mereka sekitar 1-2 kilometer saja. Tidak terlalu jauh,” ujar Teddy.
Polres Kutai Timur, yang dibantu Ditreskrimsus Polda Kalimantan Timur, memang gerak cepat mengungkap kasus itu, dengan cara akurat dan terukur. Termasuk, melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat.
“Berkaca dari kasus penembakan orangutan di Kalteng, yang terungkap dalam 20 hari. Alhamdulillah, kasus ini bisa kami ungkap dalam 7 hari,” ungkap Teddy.
Teddy pun memberikan peringatan keras bagi siapa saja agar tidak lagi melukai satwa langka di hutan TNK. “Agar masyarakat tidak lagi memburu satwa-satwa yang dilindungi. Karena mereka juga butuh ruang dan tempat untuk hidup,” tutup Teddy.
Sumber: merdeka.com
Motif kelima pelaku terbongkar. Mereka menganggap orangutan sebagai hama lantaran telah mengganggu kebun mereka berupa nanas, sawit maupun tanaman kayu gaharu yang berada di area di Taman Nasional Kutai (TNK).
Padahal, jauh sebelum mereka bermukim dan berkebun, area hutan TNK adalah habitat satwa primata yang di dalamnya memiliki hutan primer dan sekunder.
“Mereka sebenarnya tahu, melukai satwa itu melanggar undang-undang. Tapi tidak peduli,” kata Kapolres Kutai Timur AKBP Teddy Ristiawan kepada merdeka.com, Sabtu (17/2).
Lima orang dalam satu keluarga, warga Desa Teluk Pandan, Kutai Timur, ditangkap Kamis (15/2) sore. Mereka ditetapkan tersangka sehari kemudian, terkait kematian Orangutan yang tertembus 130 peluru. Empat senapan angin disita sebagai barang bukti.
Kelima orang itu adalah Nasir (54), Rustan (37), Muis (36), Andi (37) dan He (13).
“Lima orang tersangka, 4 dewasa dan satu orang anak. Mereka ini satu keluarga. Nasir adalah kakek, anaknya adalah Rustan, Andi menantunya dan He cucunya. Sedangkan Muis adalah tetangga,” kata ungkapnya.
Empat senapan angin, jadi bukti kesadisan kelima tersangka, yang memberondong orangutan jantan usia 5-7 tahun itu dengan ratusan peluru, hingga berakibat kematian mengenaskan.
“Mereka ini tidak tinggal di daerah terpencil sebenarnya. Jarak dari jalan raya ke rumah mereka sekitar 1-2 kilometer saja. Tidak terlalu jauh,” ujar Teddy.
Polres Kutai Timur, yang dibantu Ditreskrimsus Polda Kalimantan Timur, memang gerak cepat mengungkap kasus itu, dengan cara akurat dan terukur. Termasuk, melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat.
“Berkaca dari kasus penembakan orangutan di Kalteng, yang terungkap dalam 20 hari. Alhamdulillah, kasus ini bisa kami ungkap dalam 7 hari,” ungkap Teddy.
Teddy pun memberikan peringatan keras bagi siapa saja agar tidak lagi melukai satwa langka di hutan TNK. “Agar masyarakat tidak lagi memburu satwa-satwa yang dilindungi. Karena mereka juga butuh ruang dan tempat untuk hidup,” tutup Teddy.
Sumber: merdeka.com
Tidak ada komentar: