Hoaks dan Budaya Hukum
Suarabamega25. – Langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap Muslim Cyber Army (MCA), kelompok penyebar berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech), harus diapresiasi setinggi-tingginya.

Karena dalam beberapa tahun terakhir ini, kita terlilit dalam paparan berita palsu dan informasi bohong, yang mengakibatkan ikatan kebangsaan sesama warga bangsa menjadi terkoyak dan tidak mustahil akan robek.
Upaya Polri mengungkap sindikasi jejaring bisnis ujaran kebencian ini juga memberi pesan tentang efektivitasnya regulasi yang telah dibahas bersama-sama antara DPR dan Pemerintah dengan keberadaan UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Regulasi yang merupakan substansi hukum (legal substance) secara determinan harus didukung dengan struktur hukum (legal structure) yang terdiri dari aparat penegak hukum dan aparat pemerintah.
Kesigapan aparat penegak hukum juga harus didukung dengan infrastruktur yang cakap untuk menunjang upaya penegakan terhadap norma yang terkandung dalam susbtansi hukum tersebut.
Selain kedua hal tersebut, sebagaimana yang diintrodusir Lawrence M Friedman (1975), yang tak kalah penting untuk menciptakan sistem hukum yang ajeg adalah budaya hukum (legal culture). Budaya hukum bisa muncul dari kutub masyarakat maupun aparat penegak hukum.
Dalam konteks ini, bermedia sosial dengan berpijak pada moralitas atau akhlak yang baik harus senantiasa disebarkan ke khalayak untuk memastikan ranah media siber kita bersih dari rasa benci satu dengan lainnya.
Lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, lembaga formal pemerintahan dapat saling bahu membahu untuk memastikan anak didik serta masyarakat luas dapat menggunakan saluran new media itu dengan baik dan benar.
Bila sistem hukum dalam media sosial telah terbentuk dengan baik, dengan sendirinya ancaman semacam Saracen, MCA dan sejenisnya dapat mudah ditangkal. Pekerjaan untuk membersihkan ruang media sosial jauh lebih mudah daripada kebijakan hit and run, yang sarat dengan tindakan reaktif daripada kebijakan preventif yang berbasis edukasi
#IndonesiaDamai

Karena dalam beberapa tahun terakhir ini, kita terlilit dalam paparan berita palsu dan informasi bohong, yang mengakibatkan ikatan kebangsaan sesama warga bangsa menjadi terkoyak dan tidak mustahil akan robek.
Upaya Polri mengungkap sindikasi jejaring bisnis ujaran kebencian ini juga memberi pesan tentang efektivitasnya regulasi yang telah dibahas bersama-sama antara DPR dan Pemerintah dengan keberadaan UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Regulasi yang merupakan substansi hukum (legal substance) secara determinan harus didukung dengan struktur hukum (legal structure) yang terdiri dari aparat penegak hukum dan aparat pemerintah.
Kesigapan aparat penegak hukum juga harus didukung dengan infrastruktur yang cakap untuk menunjang upaya penegakan terhadap norma yang terkandung dalam susbtansi hukum tersebut.
Selain kedua hal tersebut, sebagaimana yang diintrodusir Lawrence M Friedman (1975), yang tak kalah penting untuk menciptakan sistem hukum yang ajeg adalah budaya hukum (legal culture). Budaya hukum bisa muncul dari kutub masyarakat maupun aparat penegak hukum.
Dalam konteks ini, bermedia sosial dengan berpijak pada moralitas atau akhlak yang baik harus senantiasa disebarkan ke khalayak untuk memastikan ranah media siber kita bersih dari rasa benci satu dengan lainnya.
Lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, lembaga formal pemerintahan dapat saling bahu membahu untuk memastikan anak didik serta masyarakat luas dapat menggunakan saluran new media itu dengan baik dan benar.
Bila sistem hukum dalam media sosial telah terbentuk dengan baik, dengan sendirinya ancaman semacam Saracen, MCA dan sejenisnya dapat mudah ditangkal. Pekerjaan untuk membersihkan ruang media sosial jauh lebih mudah daripada kebijakan hit and run, yang sarat dengan tindakan reaktif daripada kebijakan preventif yang berbasis edukasi
#IndonesiaDamai
Tidak ada komentar: