Try Sutrisno Dan Purnawirawan TNI Desak DPR Cabut RUU HIP
Suarabamega25.com, Jakarta - Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri mengkritisi keputusan DPR melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sikap itu menyusul penolakan-penolakan serupa yang disampaikan sejumlah pihak beberapa waktu belakangan.
Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, Mayor Jenderal TNI (Purn) Soekarno, dalam konferensi pers di Jakarta menilai ada upaya menyusupkan ideologi-ideologi tertentu dalam rancangan regulasi tersebut. "Pengangkatan RUU HIP ini sangat tendensius karena terkait dengan upaya menciptakan kekacauan serta menghidupkan kembali PKI," kata dia kemarin.
Hal itu ia simpulkan dari tak dimasukkannya TAP MPRS XXV/1966 sebagai konsideran. TAP MPRS yang keluar pada masa Orde Baru itu yang mengamanatkan pembubaran PKI serta melarang penyebaran ajaran komunisme.
Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri melihat dinamika kehidupan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial akhir-akhir ini berkembang sangat mengkhawatirkan.
"Kebebasan nyaris tanpa batas yang dibuka oleh liberalisme telah menimbulkan turbulensi ideologis yang luas dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi nasional," ujar Soekarno didampingi Jenderal (Purn) Try Sutrisno.
Melihat itu, pihaknya mendesak DPR untuk mencabut RUU HIP dari program legislasi nasional. Selain DPR, pemerintah juga mereka minta untuk menolak RUU HIP.
"Keberadaan UU HIP justru akan menimbulkan tumpang-tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan," kata dia, meyakini.
Selepas konpres itu, purnawirawan TNI juga menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Mereka menyampaikan pandangan tentang pentingnya pemerintah untuk terus-menerus memelihara persatuan dan kesatuan Indonesia, serta menjaga kedaulatan dan ideologi negara.
“Belakangan muncul berbagai ancaman terhadap ideologi negara, fenomena liberalisme, radikalisme, dan lain sebagainya yang perlu diantisipasi dengan sangat baik oleh pemerintah,” ungkap Mayjen TNI (Purn) Saiful Sulun, yang menjadi juru bicara para purnawirawan saat pertemuan di ruang rapat Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (12/6).
Para purnawirawan juga secara khusus menanyakan tentang RUU HIP. Terkait dengan hal itu, Menko Polhukam menegaskan, RUU HIP adalah inisiatif DPR yang saat ini tengah dilakukan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh pemerintah.
Pemerintah, menurut Mahfud, memberikan perhatian yang besar terhadap RUU ini. "Sikap pemerintah sama dengan bapak-bapak sekalian, Pancasila tidak akan memberikan tempat kepada paham komunisme, Marxisme, Meninisme, dan paham-paham radikal," kata Mahfud.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, menyebut, ada upaya sekularisasi dalam batang tubuh RUU HIP. Hal itu katakan terkait sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang terkesan dileburkan menjadi klausul “agama, rohani, dan budaya” dalam satu baris.
"Hal ini mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa," ujar dia dalam keterangan resminya.
Untuk itu, ia meminta DPR melakukan kajian yang mendalam dan tidak terburu-buru terkait pembahasan draf RUU HIP untuk mengenyahkan anasir komunis.
"Sejarah tidak boleh terulang ketiga kalinya, cukup. Lebih baik DPR ikut fokus dalam penanganan dan penanggulangan pandemi korona dulu," ujar wakil ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB itu.
Sorotan publik
Ada sejumlah pasal dalam draf RUU HIP yang jadi sorotan sejauh ini. Utamanya Pasal 7 Ayat (2), yang menjelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila. Ketiganya, yaitu “sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan”. "Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).
Gagasan "Ekasila" tersebut pertamakali disampaikan Sukarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Selain Pancasila, saat itu Sukarno juga memberikan pilihan "Trisila" (internasionalisme, kemanusiaan, ketuhanan) dan "Ekasila" (gotong royong).
Pada sidang Konstituante pada 1955, ide "Ekasila" Soekarno digelorakan kembali oleh PKI. Ir Sakirman, wakil dari PKI menyuarakan sikap partainya bahwa "gotong royong" sudah cukup sebagai dasar negara dengan mengesampingkan "Ketuhanan Yang Maha Esa".
RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) diusulkan Fraksi PDIP awal tahun ini. Salah satu tujuannya, memperkuat landasan hukum pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang selama ini diatur peraturan presiden. PBIP saat ini dipimpin Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi sebagai ketua dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai ketua dewan pembina.
Rencana pembahasan RUU HIP dimulai dengan rapat dengar pendapat umum pada 11 Februari 2020. Sebanyak 37 orang hadir dalam rapat yang mendatangkan pakar Prof Jimly Asshiddiqie dan Prof FX Adjie Samekto tersebut.
Dalam risalah rapat itu yang diperoleh Republika, Prof Jimly menilai RUU Pembinaan HIP diperlukan dalam kaitannya dengan kewenangan BPIP yang ia usulkan berubah menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP). Prof Jimly juga mengusulkan UU Pembinaan HIP nantinya bisa menjadi semacam 'omnibus law' yang jadi parameter untuk mengevaluasi dan mengaudit undang-undang lainnya agar sesuai haluan Pancasila.
Prof Jimly juga mengusulkan regulasi tersebut tak terlalu konkrit dan mendetail. Prof FX Adjie Samekto secara umum mendukung dengan alasan pentingnya menanamkan ideologi Pancasila.
Rapat selanjutnya juga mendengarkan pandangan tim ahli pada 12 Februari. Kemudian pada 8 April dilakukan rapat Panitia Kerja Badan Legislasi RUU HIP yang diketuai politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka. Rapat itu mulai membahas draf RUU dan mengusulkan tim ahli menyempurnakan draf tersebut. Rapat-rapat panja pada 13 April dan 20 April kemudian dilakukan NasDem tertutup.
Rapat pengambilan keputusan penyusunan RUU HIP dilakukan pada 22 April. Dalam risalah rapat itu, Fraksi PDIP dan Nasdem menyetujui sepenuhnya dibahasnya RUU HIP. Sedangkan Golkar mendukung pembahasan dilanjutkan dengan sejumlah catatan. Gerindra juga menyetujui draf dengan catatan RUU bukan semata untuk memperkuat BPIP.
Fraksi PKB menyetujui draf RUU dilanjutkan sebagai inisiatif DPR dengan catatan menambahkan rumusan UUD 1945 sebagai konsideran. Sedangkan Fraksi Demokrat menarik keanggotaan dari panja karena merasa regulasi itu tak selayaknya dibahas saat rakyat sedang kesulitan menghadapi pandemi.
Fraksi PKS meminta RUU disempurnakan dengan menguatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa serta dimasukkannya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran. PKS juga meminta pasal soal “Ekasila” dihapuskan. Hal senada disampaikan Fraksi PAN. Sementara Fraksi PPP meminta beberapa penyesuaian dan meminta kedudukan BPIP sejajar lembaga negara lainnya.
Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU HIP menjadi usul inisiatif dan masuk Program Legislasi Nasional pada 12 Mei. Persetujuan ini diperoleh setelah sembilan Fraksi menyerahkan pendapat tertulisnya.
Pancasila perlu dilindungi dari bahaya dan praktik paham liberalisme/kapitalisme serta keagamaan apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Anggota Baleg DPR Fraksi PKS Mulyanto menyayangkan, Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP ini ditekankan pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan pada Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. "Draft RUU HIP ini cenderung meletakkan agama sebagai instrumen pelengkap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Serta dapat ditafsirkan menihilkan sila-sila yang lain dalam Pancasila," ujar Mulyanto.
Rieke Diah Pitaloka sebagai ketua Panja RUU HIP di Baleg DPR tak bersedia mengeluarkan komentar soal polemik RUU tersebut. Kader-kader PDIP belakangan juga tak bisa dihubungi terkait beleid tersebut.
Satu-satunya komentar dari pihak PDIP soal RUU tersebut dilayangkan kader PDIP Ahmad Basarah yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua MPR. Ia menyatakan, RUU HIP perlu untuk melindungi Pancasila sebagai ideologi.
"Pancasila juga dinilai perlu dilindungi dari bahaya dan praktik paham liberalisme/kapitalisme serta bahaya paham keagamaan apapun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," ujar dia selepas menyambangi Menhan Prabowo Subianto bersama pimpinan MPR lainnya pada Selasa (9/6) lalu. Secara pribadi, ia juga menilai perlunya disertakan TAP MPRS XXV/1966 dalam regulasi itu.
Selepas pertemuan itu, Prabowo juga diklaim menyatakan dukungan untuk RUU HIP. "Komitmen Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan maupun Ketua Umum Partai Gerindra, salah satu partai politik terbesar di Indonesia, dalam menjaga dan mengamalkan Pancasila, akan semakin meneguhkan kedaulatan Indonesia di antara bangsa-bangsa lainnya di dunia," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo yang ikut berkunjung.
Foto: Try Sutrisno
Sumber: republika.co.id
Tidak ada komentar: