Mahakarya Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari
Suarabamega25.com - KH Hasyim Asy’ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari merupakan putra dari pasangan Kyai Asy’ari dan Halimah, Ayahnya Kyai Asy’ari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. KH. Hasyim Asy’ari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis keturunan ibunya, KH. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). dari Ayah dan Ibunya KH. Hasyim Asy’ari mendapat pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh.
KH Hasyim menikah dengan Nyai Khodijah, Nafiqoh dan Masruroh. Menikah dalam arti, karena sang istri wafat. Lepas meninggalnya Nyai Khodijah. Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf. Pada akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya’kub.
Selama ini KH Hasyim Asy’ari dikenal sebagai ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Padahal, selain jasa-jasanya yang besar dalam pendirian republik ini, KH Hasyim Asy’ari ternyata juga meninggalkan warisan banyak kitab yang dijadikan rujukan oleh ulama dalam menentukan sebuah hukum.
Bahkan puluhan buku itu di antaranya tulisan tangan langsung dari KH Hasyim Asy’ari sendiri. Kitab hasil tulisan tangan KH Hasyim Asy’ari tersebut sampai saat ini masih disimpan rapi di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Pondok Pesantren Tebu Ireng merupakan salah satu pondok pesantren besar di tanah air yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Salah satu warisan KH Hasyim Asy’ari yang masih bisa disaksikan, adalah sejumlah kitab yang ditulisnya sendiri. Meskipun kondisinya sudah mulai rusak, namun kitab-kitab kuno yang sudah berusia lebih dari satu abad tersebut sampai kini masih tersimpan rapi di perpustakaan Pondok Pesantren Tebu Ireng.
Kepala Perpustakaan Pesantren Tebu Ireng KH Zaenal Arifin menjelaskan, seluruh kitab KH Hasyim Asy’ari, baik yang ditulis sendiri maupun kitab yang diajarkan kepada muridnya pada masa lalu, sampai saat ini masih di simpan rapi di ruangan khusus di perpustakaan pesantren. Beragam kitab yang merupakan tulisan tangan dari KH Hasyim Asy’ari, di antaranya adalah kitab tentang hadis, tafsir, dan ilmu fiqih.
“Sebagian kondisi kitab ini sekarang sudah mulai lapuk sehingga tidak sembarang orang diperbolehkan menyentuhnya. Sedangkan untuk keperluan pembelajaran atau memperdalam ajaran yang disampaikan, pihak pesantren sudah menggandakan dan mencetaknya untuk kebutuhan santri maupun masyarakat,” katanya.
Meskipun sangat dijaga, namun pihak pesantren sama sekali tidak pernah merahasiakan apa yang diwariskan KH Hasyim Asy’ari melalui kitab-kitabnya tersebut. Pengelola pesantren selalu membuka diri dan telah memberikan kesempatan kepada banyak pihak baik dari dalam maupun luar negeri yang ingin meneliti atau mempelajari kitab-kitab kh hasyim asyari tersebut.
Selama hidupnya, KH Hasyim Asy’ari banyak menulis karya, di antaranya:
1. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial (1360 H).
2. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jam’iyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama’ (1971 M).
3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah. Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat.
4. Mawaidz (Beberapa Nasihat). Berisi tentang fatwa dan peringatan bagi umat (1935).
5. Arba’in Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’lyah Nahdhatul Ulama’. Berisi 40 hadis Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama’.
6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin (Cahaya pada Rasul), ditulis tahun 1346 H.
7. At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran, tahun 1355 H.
8. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Sa’ah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahl Sunnah Wal Jama’ah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bid’ah.
9. Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani. Catatan seputar nazam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir.
10. Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syar’i; hukum-hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan.
Wafat
Kiai Hasyim wafat pada tanggal 25 Juli 1947 M atau 7 Ramadan 1366 H, saat itu di Kiai Hasyim menerima kedatangan utusan Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Bung Tomo yang hendak mengabarkan keadaan negara setelah terjadinya Agresi Militer I pada 21 Juli 1947. Kiai Hasyim kaget sebab mendengar cerita dari utusan tersebut bahwa Singosari telah direbut oleh Jenderal Spoor.
Mendengar kabar itu, Kiai Hasyim sangat kaget hingga ia jatuh pingsan, sempat didatangkan dokter namun nyawanya tak bisa diselamatkan lagi, ia dimakamkan di komplek Pondok Pesantren Tebuireng, Diwek, Jombang.
( Aji S)
Tidak ada komentar: