Catatan Diskusi Ambin Demokrasi Motif Dan Urgensi Proyek Di Tahun Politik
Suarabamega25.com - Kita membicarakan soal motif dan urgensi proyek. Motif adalah dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi. Sedangkan urgensi, adalah sebuah keharusan yang mendesak. Keadaan dimana harus mementingkan suatu hal yang benar-benar dibutuhkan untuk segera ditindak lanjuti.
Kami persilahkan kepada para pemantik diskusi untuk menyampaikan pandangannya terkait motif dan urgensi proyek di tahun politik ini.
Akbar Rahman (Akademisi Fakultas Teknik ULM, Pengamat Tata Kota)
Sebagaimana sudah disampaikan moderator tentang apa yang dimaksud urgensi dan motif. Memang menarik untuk dilihat latar dari proyek di tahun politik ini. Apa motifnya, yaitu apa bisa dibaca secara visual, secara langsung dari proyek-proyek yang dilihat masyarakat dalam rangka citra. Biasanya itu adalah proyek-proyek mercusuar, yang nampak kelihatan, tapi minim manfaat. Anggaranya digunakan semaksimal mungkin, tapi manfaatnya tidak ada.
Dalam Pemilu ini, proyek dapat dimaknai untuk melanggengkan kekuasaan.
Sebagaimana kita ketahui, anggaran proyek itu terbagi dalam 3 bagian, mulai dari anggaran untuk perencanaan, anggaran untuk pelaksana atau kontraktor, anggaran untuk kegiatan pelaksanaan proyek.
Ada peluang anggaran tersebut menguap untuk kepentingan pihak penguasa. Besaran anggaran semua diatur oleh Pemerintah. Muncullah anggaran-anggaran yang mahal - miliaran, jumlahnya bikin kaget masyarakat, sedangkan hasil dari produknya hanya sekedarnya – seperti tidak sesuai antara jumlah anggaran dengan hasilnya.
Dalam penentuan harga, hampir tidak ada standarisasi. Secara teknis tentu tidak ada yang dilanggar. Sehingga sulit untuk membantah soal anggaran yang sudah disusun. Karena itu, fungsi pengawasan teknis menjadi strategis, peran pengawasan itu bisa dilakukan oleh Kampus, dan termasuk oleh semua orang yang peduli di luar Kampus dan Pemerintahan.
Atmosfir untuk peduli melakukan kontrol harus dijaga, agar ada keseimbangan. Kontrol pihak luar, membuat Pemerintah dan pelaksana proyek menjadi berhati-hati, tidak sembarangan dalam melaksanakan proyek.
Urgensi, dapat dilihat kalau proyek tersebut nampak mercusuar, maka dianggap urgen. Padahal ada banyak hal yang tidak disentuh dan diperhatikan. Misal, sungai pasca banjir besar, tidak jelas penataannya seperti apa. Malah lebih memilih pekerjaan yang lebih banyak serimonial. Yang dilihat kamera.
Sistem transportasi tidak pernah diperhatikan, betul sudah ada moda transportasi, tapi tidak maksimal. Mestinya bukan hanya menyiapkan sarana, tapi edukasi masyarakat, bagaimana agar masyarakat mau berpindah kepada transportasi publik. Sekalipun sudah ada Infrastruktur, tapi sangat sederhana. Tidak disiapkan transportasi seperti apa menuju halte. Parkir juga tidak pernah disiapkan, agar orang bisa memanfaatkan moda transportasi umum.
Sukanya yang penuh bumbu-bumbu, berbagai hal yang mudah dilihat kamera saja.
Pemilu diharapkan melahirkan Pemimpin yang benar-benar mengetahui permasalahan daerah. Tentu sangat sulit mencari Pemimpin seperti itu. Sangking sulitnya, butuh solusi yang sangat luar biasa.
Kita berharap lahir Pemimpin yang memiliki visi jauh kedepan, yang mampu menjawab berbagai persoalan. Sebenarnya tidak harus punya kemampuan, cukup mau memilih sumber daya daerah yang bisa dielaborasikan dan sinergikan.
Kita memiliki banyak Sumber Daya Alam dan sekaligus Sumber Daya Manusia potensial. Kalau ini mampu diberdayakan, dielaborasikan, kita akan bisa sejajar dengan Provinsi lain. Apalagi posisi kita berdampingan dengan IKN, sangat banyak yang bisa dilakukan. Kalau itu mampu diberdayakan, maka pada lingkup Regional kita akan lebih unggul dari yang lain.
Haris Makkie (Mantan Birokrat, Politisi)
Akbar Rahman tadi sudah menyampaikan hal-hal yang bersifat teknis dan non teknis. Saya suka dengan yang terakhir, bahwa kita punya harapan pada Pemilu 2024, Pemilu yang dapat menghasilkan Wakil-wakil Rakyat yang lebih memahami tupoksinya.
Apakah bisa atau tidak dilakukan perubahan, tentu sangat relatif. Memang sulit untuk merubah apa yang sudah ada ini, karena masalahnya begitu rumit - kusut. Tapi tidak boleh pesimis. Harus terus optimis, bahwa bisa dilakukan perubahan kalau semua mau.
Ada tiga kata kunci dalam diskusi ini, yaitu motif, urgensi, proyek. Semua itu terkait dengan perencanaan dan kebijakan publik.
Tidak elok kalau apa yang dilakukan Pemerintah, hanya untuk kepentingan kelompok atau pihak tertentu saja, sementara kemanfaatan dari proyek tidak diperlukan. Mestinya berorientasi pada Publik. Publik itulah tujuan dari semua pembangunan ini.
Proyek-proyek fisik, secara politik lebih menarik. Sedangkan yang non fisik jarang dilihat. Padahal bisa saja itu jauh lebih penting. Namun karena tidak terlihat, maka orang memilih yang terlihat, karena itu yang dianggap ada. Yang non fisik karena tidak terlihat, dapat saja tidak dianggap memberikan dampak apa-apa.
Dalam konsep Pemerintahan, proyek pembangunan, dimulai dari Musrenbang. Dari sana dipilih berbagai kebutuhan masyarakat. Ketika sudah menjadi dokumen, akan digodok lagi, dan dibuatlah menjadi proyek-proyek strategis yang ditangani masyarakat. Dari situlah kemudian muncul proyek yang tidak dibutuhkan masyarakat. Karena disusun oleh sekelompok orang saja. Padahal awalnya semua untuk kesejahteraan Rakyat, setelah naik keatas mengerucut untuk kepentingan orang per orang saja.
Dalam konteks Musrenbang, Anggota Dewan juga hadir. Tidak bisa dihindari, janji politik juga masuk dalam Musrenbang tersebut, dan itu yang diperjuangkan oleh Anggota Dewan, sehingga pilihan strategis dipengaruhi kepentingan politik dari Dewan yang sudah menyampaikan janjinya.
Semestinya, orientasinya pada apa yang dibutuhkan masyarakat. Namun kenyataannya kepentingan politik menjadi sesuatu yang mempengaruhi kegiatan yang sudah direncanakan.
Musrenbang, ujungnya menjadi proyek yang akan dibahas di Lembaga Legislatif. Proyek itu Patnernya adalah anggaran. Karena berada di ranah politik, terjadilah kesepakatan-kesepakatan.
Proyek-proyek yang dikatakan berdasarkan aspirasi masyarakat, harusnya dikaji oleh para ahli. Mana yang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat. Tidak hanya menjelang Pemilu. Tiap tahun anggaran selalu ada kepentingannya.
Mestinya ini menjadi ranah Dewan untuk mengawasinya, agar benar-benar untuk kepentingan Masyarakat. Tapi karena untuk menjadi Anggota Dewan ada “sesuatu”, tidak berdasarkan kapasitasnya, maka fungsi Dewan tersebut tidak berjalan sebagaimana diharapkan.
Dalam menyusun anggaran, terdapat dua Tim, yaitu Tim dari Pemerintah dan Tim dari Dewan, kedua Tim ini menggodok. Anggaran yang diusulkan bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Proyek diluar yang menjadi susulan pada perubahan, mestinya tidak boleh ada. Boleh ada, asal dengan syarat-syarat ketat dan disepakati. Terutama menyangkut apa yang menjadi kepentingan masyarakat, sehingga anggaran tersebut harus berubah.
Secara pengetahuan, prilaku tersebut dinamakan taktik politik, yang didalamnya mengandung kesepakatan-kesepakatan. Perilaku organisasi ada 8, tapi 3 yang utama, yaitu pertama, informasi sebagai alat melapangkan tujuan; kedua, menciptakan citra, seolah-olah ada keberpihakan; dan ketiga, atas dasar membangun komitmen dengan orang lain.
Dari kondisi itu, bila tidak memiliki kapabilitas dan negosiasi, maka yang muncul soal untung rugi. Kalau hal tersebut dirasa menguntungkan, maka akan jalan. Kalau tidak untung, akan dibatalkan. Sebenarnya korupsi itu diawali dari soal-soal sederhana. Dimulai dari bicara-bicara, dibuat kesepakatan, dibuatkan anggarannya, dan dari sana korupsi bermula.
Ketika terpilih, disitu sudah disusun perjalanan itu. Logistik, bagi pribadi dan p
Partai sangat diperlukan. Sumber dananya dari mana?, maka proyek itulah sumbernya.
Saya akan mengakhiri dengan menyampaikan, apa itu keadilan sosial menurut Profesor Buya Hamka, dia bercerita, ketika terjadi peperangan di Haibar, disampaikan oleh para sahabat nama-nama yang gugur dalam perang tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu Nabi mengatakan, semua yang gugur terebut masuk neraka. Semua sahabat terkejut dengan pernyataan Nabi, tapi setelah diselidiki, ternyata masing-masing orang yang gugur itu menyimpan sepotong gurdah. Bayangkan, hanya sepotong gurdah, seorang yang seharusnya mati syahid, menjadi masuk neraka, apalagi membelokkan dan mengorupsi satu proyek.
Sukrowardi (Politisi)
Kita berkumpul di sini, didasari oleh kerinduan ideologi. Dari dulu kita yang hadir di sini tidak berubah. Pada saat ini kita tidak bicara soal kepentingan siapa-siapa. Pokoknya, apakah itu suka atau duka, kita tetap berkawan. Seperti doa Nabi Nuh, ya Allah selamatkan keturunanku dari banjir. Lalu kata Allah, kamu tidak usah risau soal keluarga, yang bisa menyelamatkan keluargamu adalah Allah dan keluarga itu sendiri. Karena itu, mari kita saling ingat mengingatkan, karena kita satu ikatan keluarga.
Pak Haris ini sudah melewati godaan yang sangat besar, yaitu ketika melewati masa jabatan Sekda dengan selamat.
Akbar Rahman, dulu dimintai komentar dan pendapatnya soal pindah atau tidak Ibu Kota Provinsi, tapi argumen tersebut ternyata tidak dipakai, tetap saja jalan dan Ibu Kota Provinsi pindah ke Banjarbaru.
Terkait Musrenbang, komunikasi awal dimulai dari Kelurahan-kelurahan. Hanya saja, apakah Tokoh-tokoh yang ada di Kelurahan tersebut diundang atau tidak? Kalau semua Tokoh diundang, pasti hasilnya akan lebih baik. Tinggal mengawalnya agar tidak berubah sampai keatas.
Orang-orang yang ada di sekitar kepala daerah mestinya para ahli, sedangkan yang terjadi, para ahli tersebut ternyata hanya kelompok tepuk tangan. Mestinya memberikan asistensi - masukan kepada Kepala Daerah, ternyata justru “maambung”.
Ada banyak proyek yang tidak jelas kemanfaatannya, tapi nilai proyeknya besar sekali. Mulai dari proyek Jembatan Bromo, Jembatan HKSN dan infrastruktur yang entah ada atau tidak kebutuhannya masyarakatnya.
RPJMD ditentukan, tujuannya agar pembangunan tidak tumpang tindih. Jangan sampai terulang kejadian pembangunan rumah Walikota, berapa puluh milyar habis percuma, tapi kemudian tidak terwujud dan malah ingin membangun yang baru lagi.
Untuk apa dapat WTP, kalau keuangannya milik pribadi? Dan dikelola sesuka pribadi. Seluruh kegiatan Pemerintah itu, harus ada basis anggarannya – tercantum dalam APBD. Kalau ada kegiatan yang tidak ada anggarannya, maka berarti ada sponsor, dan sponsor tersebut pasti memiliki kepentingan.
Dalam Pemilu ini, ada kawan yang bekerja menjadi konsultan politik, membutuhkan dana 25 milyar untuk pemenangan. Dana sebesar itu pasti sekaligus untuk untuk money politik.
Saya bersyukur berada di forum ini, sebab yang berbicara seperti ini hanya kita. Yang lain tidak akan mau membicarakan hal-hal ini. Padahal ini sangat penting bagi perbaikan tata kelola Pemerintahan kedepan. Perlu diketahui RPJMD itu sudah diketok sampai tahun 2026, sehingga siapapun Kepala Daerahnya, tidak bisa lagi keluar dari RPJMD tersebut. Dua tahun nanti Kepala Daerah yang terpilih pada Pemilu 2024 akan mengikuti apa yang dimaui Pemimpin sebelumnya, sebab sudah tertuang dalam peraturan.
Akbar Rahman
Konteks saat ini, dari fakta-fakta yang sudah dibicarakan, sepertinya sulit melahirkan Pemimpin potensial. Sebenarnya Pemimpin itu tidak mesti harus serba tahu. Asal mau merekrut Tenaga Ahli, pasti akan lebih baik. Jangan yang direkrut yang suka maambung. Kalau ada Tenaga Ahli, maka kelemahan Pemimpin yang banyak ketidaktahuannya, bisa ditutupi.
Saya tinggal di Jepang, dan sempat ikut dua kali pemilihan langsung. Jepang sistemnya sudah bagus. Di sana juga ada kampanye, biaya kampanye yang tinggi dibantu Pemerintah. Tidak sembarangan meletakkan foto di tempat-tempat umum, dimensinya harus sama, hanya A3, pada titik tertentu. Caleg di sana tidak mengeluarkan biaya, biaya dari Pemerintah.
Non fisik harus kita garap, yaitu hal-hal terkait peningkatan SDM. Memang butuh waktu, dan kita harus bersabar untuk menguatkan SDM tersebut. Komitmen jangan pernah luntur, sebab bagaimanapun, kita harus terus melakukan perbaikan. Kalau perlu, bagaimana mereduksi proyek-proyek mercusuar, kearah penguatan SDM, agar kita bisa bersaing. Karena problem utama kita adalah SDM. Soal infrastruktur itu akan baik dengan sendirinya, bila SDM berkualitas.
Noorhalis Majid (Aktivis)
Saya ingin menyoroti soal sinergi antara Perguruan Tinggi dengan Pemerintah. Mestinya, dalam rangka menjawab berbagai persoalan di masyarakat, ada sinergi yang kuat antara kedua Institusi tersebut.
Saya punya pengalaman diundang oleh Universitas Leiden di Belanda. Mereka mengundang saya untuk menyampaikan berbagai pengalaman dan persoalan terkait pelayanan Publik. Dihadiri oleh para Mahasiswa wilayah Asia, didampingi Dosen-dosen mereka. Saya paparkan apa saja pelayanan Publik yang paling banyak mendapat sorotan dan perhatian masyarakat.
Setelah selesai paparan, mereka minta waktu 1 jam untuk merumuskan hasilnya. Ternyata, hasilnya berupa daftar penelitian yang akan dilakukan oleh Mahasiswa S2 dan S3 yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Maksud saya, dengan segala persoalan yang dimiliki Pemerintah, kenapa tidak mengundang Dinas-dinas untuk memaparkannya, sehingga Kampus menjawabnya dengan penelitian. Sehingga skripsi, tesis dan disertasi Mahasiswa, memberi manfaat pada perbaikan.
Tidak ada sinergi, bukan hanya antara Kampus dengan Pemerintah. Juga dengan Lembaga Vertikal. Misal dengan Kementrian Hukum dan Ham. Lembaga Pemasyakatan di Teluk Dalam itu jumlah penghuninya 2.800 orang. Apa yang bisa dilakukan Kampus untuk membantu menjawab berbagai problem di sana?
Winardi Sethiono (Pengusaha)
Sekarang ini animo Partai dan perpolitikan semakin tinggi. Tapi kalau melihat fenomena yang ada, ada banyak orang Partai, ketika masuk ke Birokrat, justru ditangkap KPK. Politik ini memang ada cara kerjanya tersendiri, yang tidak sama dengan birokrasi.
Ketika Musrenbang, itu sama saja seperti penyusunan Perda, berbagai masukan yang sudah disampaikan tidak dianggap sama sekali, ketika saat sosialisasi Perda, justru yang diundang bukan yang memberikan usulan, sehingga orang tidak tahu sama sekali kenapa Perda itu sampai ada, dan bagaimana isinya.
Saya setuju, fungsi kontrol harus ditingkatkan. Sehingga hal-hal yang sudah direncanakan sampai 2026, mungkin saja dikoreksi. Tidak mungkin tidak bisa diubah. Kita harus konsisten untuk melakukan perbaikan.
Fathurrahman (Pensiunan)
Saya bertemu dengan seseorang di satu tempat. Pertemuan itu terdiri dari utusan beberapa negara. Saya bertanya kenapa Negara kawan saya itu begitu maju dan makmur. Lalu kawan saya tersebut menjawab, “Negara kamu mayoritas Islam, bahkan menjadi Muslim terbesar di dunia, tapi sayangnya hanya terpaku pada dalil dan terjemahan yang ada pada teks-teks keagamaan, tidak memaknai tafsirnya secara global. Kalau mampu memaknainya secara lebih luas, dan mematuhinya, pasti akan jauh lebih makmur”.
Memang kita ini sering tidak taat aturan. Sebenarnya boleh-boleh saja dibuat kebijaksanaan, asal disepakati.
Suriani Hair (Aktivis Sosial)
Kenapa tidak ada cetak biru terkait bagaimana pembangunan harus dilakukan, supaya semua fokus pada cetak biru tersebut. Sepertinya, setelah GBHN tidak ada lagi, kita kehilangan cetak biru tersebut. Begitu juga dengan cetak biru terkait peningkatan SDM? Sekarang saja, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kenapa quotanya tidak penuh, tidak ada yang bisa memberikan jawaban. Kalau cetak biru itu sudah ditetapkan, kita memiliki arah yang jelas.
Haris Makkie
Anggaran yang sudah disusun, bisa saja diubah, baik dengan cara menambah atau mengurang.
Hanya saja, kalau perubahan itu dilakukan pada bulan September, apalagi menyangkut bangunan fisik, tentu sangat sulit. Waktu pelaksanaannya sangat pendek.
Anggaran itu harus detil, tidak boleh menggantung. Ujung dari semua penggunaan anggaran, adalah untuk kesejahteraan rakyat. Kita harus mengawal anggaran, sebab duit dari anggaran tersebut dari Masyarakat. Agar Masyarakat tahu akan hak-haknya.
Akbar Rahmah
Normalisasi sungai semestinya dilakukan dan itu sangat prioritas. Buat embung-embung untuk menampung air. Normalisasi sungai tersebut harus terhubung dengan Kabupaten Kota lainnya. Begitu juga soal sampah, masalahnya besar sekali, tapi tindakannya sangat minim.
Problem mendasar kita ada pada SDM. Kita harus mencetak SDM yang pintar, disiplin, beretika (etitute), sehingga Pemimpin kedepan, lahir seorang yang mumpuni secara keilmuan, disiplin dalam berbuat, dan memiliki etitute yang baik.
Tidak ada komentar: