Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Ponpes Tanbighul Ghofilien Gelar Haul Ke 19 KH Moh Hasan dan Haul ke 4 KH Maemun Zubair


Suarabamega25.com, Banjarnegara - Hari Ahad, 2 Juli 2023 , Pondok Pesantren Tanbighul Ghofiluen Gelar Haul Ke 19 KH Mohammad Hasan dan Haul ke 4 KH Maemun Zubair di Mantrianom, Banjarnegara Jawa Tengah.

Acara pelaksanaan Haul kedua tokoh ini dimulai dari pagi dengan menggelar semakan Al Quran di komplek makam Sesepuh dan Pendiri Pondok Pesantren Tanbighul Ghofilien yang diikuti oleh santri putra dan putri.

Sedangkan acara puncak haul Haul Ke 19 KH Mohammad Hasan dan Haul ke 4 KH Maemun Zubair digelar Bada Isya yang diikuti oleh santri, alumni dan masyarakat Banjarnegara dan sekitarnya.

Peringatan haul adalah untuk mengenang kembali jejak langkah dan napak tilas sang pendiri pondok, yakni KH Mohammad Hasan lahir pada Jumat Kliwon 1 Januari 1932 M. Sedari kecil ia telah dididik dengan pendidikan agama yang ketat oleh kedua orang tuanya. Menginjak dewasa ia kemudian menuntut ilmu ke pesantren di Tuban, yakni Pesantren Raudhatut Thalibin (Tanggir) Singgahan, setelah berguru kepada KH Muslih atau KH Soim. Lepas dari Tuban ia kemudian mondok ke Ma’had Al-Ihsan Jampes Kediri Jawa Timur yang diasuh KH Ihsan bin Dahlan Al-Jampesi. Syekh Ihsan bin Muhammad Dahlan (1901- wafat 15 September 1954) adalah seorang kiai tradisional produktif mengarang kitab seperti kitab Sirajut Thalibin, Tasrihul Ibarat, Minhajul Imdad, Irsyadul Ikhwan fi Bayani al-hukmu al-qohwa wad dukhan.

Belum puas menuntut ilmu dari Kediri, KH Mohammad Hasan kemudian melanjutkan ke Pondok Soditan, Kecamatan Lasem, Rembang yang diasuh KH Maksum serta Pesantren Mbah Cholil Kabupaten Bangkalan. Tahun 1954 KH Mohammad Hasan pulang dari pesantren Tuban dan kemudian mendirikan bangunan kecil kira-kira empat kamar berukuran 7 x 12 meter, untuk tempat tinggal anak-anaknya, juga untuk mengaji dan belajar kitab. Ini menarik minat anak-anak di sekitarnya.

Hal yang menarik dari KH Mohammad Hasan adalah dalam mendidik anak-anaknya untuk menjadi seorang penggembala umat.  “Pola kepemimpinan ala Rasulullah SAW yang diajarkan adalah menjadi seorang penggembala. Ya bisa ngarit (mencari rumput-red), ya bagaimana memelihara kambing yang banyak, namun tidak pernah nedhak (melanggar). Jadi itu menggambarkan, ketika kita hidup di kehidupan umum tentunya (bukan saya menyamakan manusia dengan kambing, tidak). Maksudnya, ketika bisa mengatur kambing maka kita bisa mengatur manusia. Jadi itu yang sangat luar biasa. Dan membentuk saya, tidak harus bisa mengaji saja. Jadi Abah yang paling luar biasa itu adalah mendidik saya menjadi anak yang ‘persegi’. Bukan menjadi anak yang ‘mligi’. Mligi itu biasanya hanya mengaji saja. Tapi kalau persegi khan, ngaji bisa, politik bisa, ekonomi jalan artinya ilmu komplit. Semua serba bisa,” kata KH Khayatul Makii putra kedua yang sekarang membuka Pesantren Alif Ba Mantrianom.


Dalam hal cita-cita, KH Mohammad Hasan membekali anak-anaknya dengan filsafat ‘Niat ingsun nandur pring, muga-muga cilik kena kangge suling, gedhe kena gawe lodhong.’ (niat saya menanam bambu. kecil bisa menjadi suling, kalau sudah besar akan menjadi tempat membawa air). Artinya, bahwa bambu itu ketika dibiarkan maka bambu itu sebatas sebagai gedhek atau bahkan sebagai alat untuk memasak. Tapi ketika bambu kecil itu dirawat dengan luar biasa, maka akan menghasilkan suara atau nada yang sangat indah. Jadi ketika kecil saja bermanfaat, apalagi kalau besar, tentu lebih bermanfaat.


KH Mohammad Hasan adalah seorang yang arif dan hidup sederhana dalam kesehariannya. Sering bersilaturahim dan dekat dengan masyarakat serta ulama sekitar. Dalam hal rejeki, KH Mohammad Hasan tidak pernah merasa takut dengan rejeki. “Jangan kalah sama kepompong dan nggaranggati. Kepompong mati meninggalkan rumah dan nggaranggati tetap bisa hidup. Apalagi kita manusia yang diberi akal dan fikiran pasti dijamin rejekinya oleh Allah SWT,” kata KH Mohammad Hasan suatu ketika.

     


Amaliyah rutin sang kiai ini adalah rajin shalat malam dan shalat berjamaah di masjid yang berada di sebelah barat pondok. Uniknya, walau dahulu bangunan masjid terpisah oleh sungai bahkan sering banjir ketika hujan deras, sang kiai tetap istiqamah berjamaah di masjid, padahal lokasi masjid terpisah oleh sungai.


Sang kiai ini ternyata mengarang sebuah kitab kumpulan doa untuk penyembuhan dan menolong orang lain. Kitab kumpulan doa ini tersimpan hanya untuk keluarga dan tersimpan rapi oleh KH Khayatul Maki. Kitab kumpulan doa ini terbilang unik, sebab hanya diberikan saat umroh terakhir KH Mohammad Hasan di Makkah. Saat di Masjidil Haram ia memanggil semua putranya dan memberikan kitab ini kepada Gus Hayat untuk diamalkan, seolah ini menandakan pesan bahwa KH Mohammad Hasan akan segera berpulang. Tepat, tidak berapa lama pulang dari Makkah, ia jatuh sakit.  


KH Mohammad Hasan wafat pada Selasa Legi 25 Desember 2007 (15 Dzulhijjah 1428 H) pada usia 75 tahun dan di makamkan di dalam kompleks Pesantren Tanbihul Ghofilin, Mantrianom, Kecamatan Bawang, Banjarnegara Jawa Tengah. Ia meninggalkan tujuh putra-putri yakni Siti Chamdah, KH Mohammad Chamzah Hasan, KH Khayatul Maki, Siti Khimaroh, Gus Hakim An-Naishaburi, Mustangin (alm), dan Zulaikha.  

 

Pada hari Ahad juga diadakan , haul ke 4 KH Maemun Zubair ke 4 dengan doa bersama. Kiai Haji Maimun Zubair (kadang ditulis menggunakan ejaan lama Maimoen Zoebair), atau akrab dipanggil Mbah Moen (28 Oktober 1928 – 6 Agustus 2019), adalah seorang ulama sekaligus politikus Indonesia. Ia merupakan pengasuh tertinggi Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang dan menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan hingga ia wafat.[4] Ia pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Rembang selama 7 tahun. Setelah berakhirnya masa tugas, ia mulai berkonsentrasi mengurus pondok pesantrennya. Ia pernah menjadi anggota MPR RI mewakili Jawa Tengah selama tiga periode. 

Mbah Moen wafat setelah melaksanakan salat Subuh, pada tanggal 6 Agustus 2019 pukul 04.30 waktu setempat di Rumah Sakit An-Nur Mekkah. Tidak ada gejala beliau sakit karena malam sebelumnya beliau menerima kunjungan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Dr. Agus Maftuh Abegebriel.[8][9]

Mbah Moen dimakamkan pada tanggal yang sama, di Ma'la, Mekkah. Makamnya berdekatan dengan makam guru beliau, Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani dan makam istri Rasulullah, Khadijah. (Aji )

Tidak ada komentar: