Haul ke-39 Habib Husein Brani, Waliyullah Yang Berumur Di Atas 100 Tahun
Suarabamega25.com, Probolinggo - Haul Akbar Al Arif Billah Waliyullah Al Habib Husein Bin Hadi Al Hamid (Habib Husein Brani) ke-39 Perintis Ponpes ASWAJA (Akhlussunnah Wal Jamaah) Probolinggo ,Jawa Timur terasa istimewa.
Peringatan wafatnya, ulama yang dikenal berumur panjang (wafat di usia 124 tahun) puncak acara Haul digelar pada hari Ahad (27/8) bertepatan dengan 10 Shofar 1445 H di masjid Al Mubarok Al Habib Husein, Desa Brani, Kec Kraksaan, Probolinggo Jawa Timur.
Panitia jauh hari melakukan tindakan preventif mengantisipasi padatnya jamaah dan kendaraan, dengan menyiapkan sejumlah lokasi parkir. Mulai tanah lapang hingga halaman penduduk akanh disulap menjadi tempat parkir.
Dari tiga hari jelang haul(25/8) lokasi acara dipenuhi tenda untuk menampung para jamaah. Jamuan makan para tamu dan undangan juga disiapkan, sekitar 150 ekor kambing dan sapi disembelih.
Selain jamaah lokal, haul juga dihadiri jamaah dari luar negeri. Seperti Malaysia, singapura, Thailand dan negara lainnya. Ini adalah haul internasional. Seperti sebelumnya akan ada ratusan ribu jamaah yang hadir,“ ujar Al Habib Abdul Qodir Bin Muhammad Shodiq Al Hamid, Pengasuh Ponpes Islam Al Habib Muhammad Shodiq Ahlussunnah WalJamaah.
Khalifah ketiga ponpes setempat itu mengatakan, seperti haul sebelumnya, para jamaah yang datang dari berbagai daerah dan luar negeri itu, banyak yang datang sebelum hari pelaksanaan. Mereka akan memenuhi sejumlah hotel dan penginapan di Probolinggo.
Penginapan, hotel-hotel di sekitar Probolinggo penuh. “Alhamdulillah, haul ini juga membawa dampak bagi perekonomian. Mulai pengusaha hotel hingga usaha kecil, insyaallah terangkat perekonomiannya,” katanya.
Ziarah Haul bergantian dari tetamu hadir bergantian sejak Jumat. Acara Rauhah digelar ziarah dan pembacaan Yasin dan tahlil digelar pada Sabtu malam.
Sedangkan puncak Haul sendiri digelar pada Hari Ahad (27/8). ‘Haul Habib Husein Al Hamid , Brani Kulon akan digelar pada hari Ahad 27 Agustus 2023, “ Demikian keterangan Habib Salim Qurais bin Muh Shodiq bin Husein Al Hamid, cucu Habib Husein Brani yang juga adalah sekretaris DPW PPP Jawa Timur, Sabtu (26/8).
Puncak Haul dibuka tepat pukul 10.00 dengan pembacaan Maulid Simthud Durar yang dipimpin oleh Habib Abdul Qadir bin Muh Shodiq bin Husein bin Hadi al Hamid.
Tampak habib sepuh di wilayah tapal kuda Jawa Timur bergantian membaca maulid. Lepas maulid disambung dengan sambutan KH Abdul Wasik Habiman Rois Syuriah NU Kec Kraksaan, Probolinggo Jawa Timur. Dalam sambutan yang singkat dan padat ulama sepuh Kec Kraksaan ini mengajak seluruh warga NU agar tidak berpolenik lagi soal nasab.” Warga NU sendiri mengamalkan Maulid Simthud Durar yang merupakan karya Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi serta juga wirid Hadad (Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad).Semua dzikir rutin itu bersambung ke jalur Husein sampai Rasulullah SAW,” terang KH Abdul Wasik.
Pembacaan Mabakib oleh Ustadz Umar Said. Disebutkan dalam manakib Habib Husein termasuk seorang Waliyyullah yang berumur panjang dan jauh dari penyakit-penyakit. Selian itu, ia sampai akhir hayatnya tidak absen shalat Subuh berjamaah
Di Desa Brani Kulon, Kraksaan, Probolinggo (Jawa Timur), ada seorang Habib yang berumur panjang, ia wafat dalam usia 124 tahun. (HKetika ditanya, kenapa ia tidak punya penyakit?
”Di hati saya, tidak mempunyai sedikit pun rasa iri dan dengki terhadap pemberian orang lain,” demikian kata Habib Husein bin Hadi bin Salim Al-Hamid.
Selain itu, kunci dari Habib Husein berumur panjang adalah tidak lain karena ia secara istiqamah shalat Subuh berjemaah di Masjid dan gemar melakukan jalan kaki sekitar satu jam. Habib Husein berjalan kaki tiap sambil berdakwah, setiap tempat yang beliau lalui selalu ia mendatangkan rahmah. Ia berjalan kaki dari rumahnya yang ada di Brani keliling kampung atau ke pasar. Dengan berjalan kaki tiap pagi, seluruh peredaran darah dalam tubuh jadi lancar. Udara segar yang dihirup membuat kesegaran tubuh tetap prima, itulah salah satu keistimewaan waktu dari shalat Subuh.
Habib Husein sendiri lahir di Hadramaut, Yaman Selatan pada tahun 1862 M dari pasangan Habib Hadi bin Salim Al-Hamid dan Ummu Hani. Dari kecil, Habib Husein dididik langsung oleh kedua orang tuanya itu. Patut diketahui, Habib Hadi bin Salim Al-Hamid, ayahanda Habib Husein, dikenal sebagai salah seorang wali yang kesohor di Hadramaut. Habib Husein dibesarkan sampai umur 86 tahun di Hadramaut.
Bagi orang sekarang, usia 86 tahun itu sudah memasuki usia senja, kakek-kakek di mana orang sudah mulai kehilangan kekuatan dan gairahnya. Namun bagi Habib Husein, usia seperti itu tergolong muda. Kekuatannya tak jauh berbeda dengan usia pemuda saat ini. Itulah salah satu kekuatan Habib Husein.
Di usia 86 tahun atau tepatnya 1929 M, ia masih senang mengembara ke berbagai negeri. Termasuk ke Hujarat dengan menggunakan kapal laut bersama saudagar-saudagar Arab yang berdagang melanglang buana ke berbagai negeri. Sejak itu ia Habib Husein meninggalkan Yaman dan tidak pernah kembali lagi ke sana.
Sekitar 2 tahun, Habib Husein tinggal di Gujarat. Selama di Gujarat, ia berguru pada ulama setempat dan berdagang. Setelah itu, ia kembali mengembara ke Indonesia dengan menggunakan kapal saudagar yang menuju Batavia. Tak berapa lama kemudian, ia mengembara lagi ke berbagai daerah dan akhirnya ia sampai ke kota Pekalongan. Di kota ini, Habib Husein kemudian berguru pada seorang wali besar, yakni Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas hingga beberapa tahun lamanya.
Kepada auliya’ yang sangat terkenal di Kota Pekalongan itu, Habib Husein selain berguru ilmu lahir, ia juga mendalami ilmu batin. Sebagai tanda bahwa Habib Husein telah mencapai maqam kewalian yang mumpuni, ia kemudian dihadiahi sebuah sorban (kain putih) dan kopiah putih dari Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alattas.
Atas pesan Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alattas (Pekalongan), Habib Husein kemudian mengasah ilmu kepada Habib Muhammad bin Muhammad Al- Muhdhor, yang tidak lain adalah guru dari Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alatas. Selama menjadi murid Habib Muhammad, Habib Husein senantiasa menadapat perintah untuk berdakwah ke berbagai daerah.
Salah satu tugasnya yang terakhir dari gurunya itu, Habib Husein diperintahkan untuk menyebarkan dakwah ke Brani Kulon, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Ia masuk ke desa yang terpencil itu sekitar tahun 1939. Saat itu kondisi desa Brani masih berupa hutan belantara dan sarang penyamun. Tampaknya, Habib Husein memang sengaja ditugasi untuk membrantas para penyamun untuk kembali ke jalan Allah SWT.
Setelah Habib Husein tinggal di Brani Kulon, ia langsung membuka dakwah dan dakwahnya itu diterima secara luas ke seluruh pelosok Kab Probolinggo. Tak mudah seperti dibayangkan, Habib Husein tidak langsung menempati rumah mewah di Brani. Ia harus membabat alas terlebih dahulu, bahkan ia hidup menumpang pada salah satu penduduk setempat.
Kendati hanya hidup menumpang, ia tetap gigih berdakwah dalam rangka menyebarkan ajaran Islam. Kendati tempat tinggalnya menumpang, tetapi penyebaran Islam tak pernah berhenti hingga kemudian ia berhasil mendirikan pesantren kecil. Di desa itu pula ia mengakhiri masa lajangnya.
Dalam sebuah perjalanan bersama para habaib dari berziarah ke Makam Habib Husein bin Abdullah Alaydrus (Kramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara). Habib Husein di dalam kereta api pernah dipaksa untuk menyediakan tempat duduknya oleh seorang pemuda kumal dan hanya memakai kaos oblong. Melihat seorang pemuda yang berdiri di depannya, Habib Husein kemudian berdiri sembari menyerahkan tempat duduknya kepada pemuda asing itu. Setelah berdialog beberapa saat dan Habib Husein memberi bekal uang yang tersisa pada pemuda tersebut. Tak berapa lama, tiba-tiba pemuda asing itu menghilang begitu saja. Ketika teman-teman Habib Husein mendapatinya sendirian, dan menanyakan tentang keberadaan pemuda asing tadi, Habib Husein berkata,”Dia itu sebenarnya adalah Nabiyallah Khiddir Alaihi Salam.”
Amaliah Habib Husein tidak saja menyeimbangkan ibadah dengan Allah SWT (hablumminnallah), ia juga menjalin hubungan yang erat dengan Umat (hablumminannas). Sering Habib Husein berjalan-jalan ke pasar dan melihat pedagang yang barang dagangannya tidak habis terjual atau malah tidak terjual sama sekali. Habib Husein tak segan-segan memborong barang dagangan dari pedagang yang ada di pasar agar si pedagang itu tidak menderita kerugian, atau minimal sang pedagang mendapat keuntungan. Tak pelak dengan keseimbangan amaliah itu, dakwahnya diterima dengan baik oleh masyarakat luas.
Tak hanya itu, dalam soal keilmuan, para santri PP Aswaja Brani Kulon sangat mempercayai kalau Habib Husein itu adalah titisan dari Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Ikhwalnya ia mendapat julukan Titisan Syeikh Abdul Qadir Jaelani, adalah ketika Habib Ahmad, salah seorang sahabatnya pernah bermunajat kepada Allah agar bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Dalam mimpinya, ia dipertemukan dengan Syeikh Abdul Qadir Jaelani yang bersorban putih, dan ketika didekati ternyata wajah itu adalah wajah Habib Husein bin Hadi Al-Hamid.
Sebagaimana banyak diketahui, Habib Husein kerap dikunjungi oleh para Habaib pada jamannya seperti salah seorang habib yang dikenal sebagai salah satu pejuang RI yakni Habib Soleh Tanggul (Jember). Habib Husein juga mempunyai kedekatan khusus dengan Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih (Darul Hadits, Malang) dan lain-lain.
Bahkan anak cucu keturunan dari Habib Husein banyak yang masuk pesantren Darul Hadits, seperti Habib Muhammad Shodiq (anak), Habib Abdul Qadir (cucu), Habib Salim (cucu). Sekarang pesantren peninggalan Habib Husein di asuh oleh Abdul Qadir bin Muh Shadiq bin Husein Al-Hamid. Dan Habib Muh Shodiq bin Husein al Hamid masih sehat bugar sebagai sesepuh Ponpes Aswaja Brani Kulon,Kraksaan. Sampai anak cucu, selepas sholat Subuh, tidak lupa membaca sholawat pendek dari nadzam burdah. Demikian saat dimintai doa , sholawat pendek penutup majlis ilmu , lumintu (ajeg, konsisten, istiqamah) dibaca berjamaah.
Habib Husein wafat hari Jum’at Legi, 11 Safar 1406 H/25 Januari 1986. Jenazahnya kemudian di makamkan di sebelah utara Masjid Al Mubarok, komplek Pondok Pesantren Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Desa Brani Kulon, Kecamatan Maron, Probolinggo, Jawa Timur.
Ceramah pertama oleh Habib Abubakar bin Hasan Assegaf (Wakil Syuriyah PWNU Jawa Timur), bersambung dengan ceramah kedua oleh Habib Taufiq bin Abdul Kadir Assegaf (Ketua Rabithah Alawiyah) , Habib Abdurahman bin Abdullloh Bilfagih (Darul Hadist ,Malang).
Sementara sambutan terakhir oleh Habib Abdul Qadir bin Muh Shodiq bin Husein bin Hadi al Hamid yang merupakan putra tertua Habib Muh Shodiq Al Hamid mengajak jamaah haul untuk meneladani sejarah hidup Habib Husein. “Beliau adalah waliyulloh yang sangat sabar. Sabar saat ditimpa musibah serta juga agar sabar dalam ujian dan sabar dalam melihat maksiat,” kata Habib Abdul Qadir yang juga adalah pengasuh Ponpea Aswaja, Brani Kraksaan, Probolinggo.
Selain itu Habib Abdul Qadir bin Muh Shodiq bin Husein al Hamid berpesan kepada jamaah untuk istiqomah menegakan 17 rokaat sholat berjamaah.”Teladani para pendahulu yang selalu berjamaah di Masjid.Bahkan bila tidak menemukan jamaah, Habib Husein dahulu berkeliling, mencari seseorang agar diajak sholat berjamaah Demikian pun dengan Habib Muh Shodiq, sekalipun sibuk selalu istiqomah berjamaah di Masjid al Mubarok, Brani,” jelas Habib Abdul Qadir.
Acara Haul dipungkasi dengan doa talqin dan tahlil tawasulan oleh Habib Hasan al Bahar.
Jamaah yang hadir dari berbagai penjuru yang hadir haul Habib Husain Brani ,Probolinggo,Jawa Timur ini semua dijamu dengan hidangan nasi kebuli dengan piring.Silih berganti, bergiliran panitia mengeluarkan hidangan istimewa khas Timur Tengah itu ke tengah arena Haul.
( Aji)
Tidak ada komentar: