Politik Dan Budaya Dagang Oleh: Noorhalis Majid
Suarabamega25.com - Tidak dapat ditolak, politik pada masyarakat dengan budaya dagang sangat kental, berbeda dibanding masyarakat lainnya. Budaya dagang menanamkan hukum jua beli, “minta apa, bayar berapa”. Tidak gratis, semua ada harganya. Pembeli pertama mendapat potongan harga, setelahnya harga ditentukan atas dasar tawar-menawar. Pun dalam politik demikian, kata seorang kawan yang hadir pada Forum Ambin Demokrasi, (29/7/2023).
Jangan risau dengan money politik, karena hukum dagang mengajarkan begitu, dan bagi masyarakat dagang, hal tersebut lumrah adanya. Jangan terlalu banyak berteori, siapkan saja uang - suara dapat dibeli, tidak perlu jejak rekam, tidak penting visi, misi dan program. Yang penting sepakat dan bayar di tempat, kata kawan tadi menambahkan.
Saya tidak menolak pendapat kawan tersebut, tapi tidak sepenuhnya sepakat. Sebab dalam budaya dagang, pembayaran tidak selalu menggunakan uang. Ada banyak transaksi dibayar dengan komitmen. Bahkan “komitmen”, dapat menawarkan harga lebih tinggi dari sekedar uang.
Komitmen itu sendiri dapat berupa integritas, kinerja dan perhatian pada satu cita-cita serta keinginan bersama warga komunitas, dan nilainya tentu lebih besar dari uang kontan.
Janji dan komitmen pada janji, juga bagian dari budaya dagang. Sebagian pedagang besar yang dikenal sebagai saudagar, bertransaksi dengan “janji”, apalagi di antara sesama saudagar, jarang sekali menggunakan sistem “beli putus”, karena ingin hubungan terus berlanjut dan para pihak memiliki ikatan satu sama lain.
Karena itu, hukum dagang dalam politik adalah “janji”. Bangun komitmen antara warga dengan Parpol atau politisi, lalu ikat “janji” dalam bentuk kontrak politik. Jangan mau ‘beli putus’ atau dibayar kontan, sebab konsekuensinya lima tahun. Mesti cerdas memperdagangkan “suara”, jangan murah – apalagi murahan.
Tidak ada komentar: