Haul Habib Salim bin Ahmad Jindan dan Habib Novel bin Salim bin Ahmad Jindan
Suarabamega25.com, Tangerang-Tanggal 29 Oktober 2023 , Ahad (14 Rabiul Akhir 1445 H), Haul Habib Novel dan Habib Salim bin Ahmad Jindan sekaligus Maulid Akbar Nabi Muhammad akan digelar di Ponpes Al Fachriyah, Jl Prof Buya Hamka No 1, Kampung Gaga, Larangan Selatan, Ciledug Kab Tangerang ,Banten.
Habib Salim bin Ahmad Jindan adalah Singa Podium Betawi pada jamannya, pejuang kemerdekaan dan sekaligus pendakwah yang tak kenal lelah di masalah sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan.Habib Salim, ulama keturunan Rasulullah SAW kelahiran Surabaya 18 Rajab 1324 H atau 7 September 1906 M. Habib Salim bin Ahmad bin Jindan Wafat pada Malam Senin tahun 1969 dengan 2 putra yakni Habib Shalahudin dan Habib Novel.
Habib Novel lahir pada Sabtu, 2 Rabits Tsani 1361 H / 18 April 1942 M di Bidara Cina Otista Jati Negara.Ibu Habib Novel adalah Syarifah Aisyah binti Al Habib Usman bin Abdullah Syatho. Al Habib Usman adalah salah seorang ulama dari Makkah yang datang ke Sulawesi untuk berdakwah dan kemudian menikahi salah seorang wanita berdarah biru dari Bugis hingga lahir dari perkawinan tsb Syarifah Aisyah binti Al Habib Usman Syatho.
Al Walid Al Habib Novel sangat bakti kepada ibunya. Yang saya ketahui dari beliau adalah kepatuhannya kepada ibunya. Tidak pernah berucap kata “Tidak” kepada ibunya. Hingga wafat sang ibu pada tahun 1990 atau 1991. Sebagaimana bakti beliau yang sangat luar biasa kepada sang ayah, Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. al Habib Salim yang senantiasa mendidik beliau. Al Walid Al Habib Novel selalu mendampingi sang ayah.
Sekitar tahun 1967 berangkat ke Makkah, dan tinggal di sana selama kurang lebih 2 tahun. Menimba ilmu dari para ulama yang ada di sana, diantaranya As Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki. Al Walid sangat disayang oleh As Sayyid Alwi hingga dipersaudarakan dengan putranya Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al Maliki. Sebagaimana juga menimba ilmu dan dekat dengan As Sayyid Muhammad Amin Kutbi, Asy Syeikh Hasan Masysyaath dan para ulama ulama Al Haramain yang Saat itu berada di sana.
al Habib Salim berniat untuk pindah ke Makkah bersama seluruh keluarga besarnya, sehingga Al Walid menunggu kedatangan beliau dan mempersiapkan segalanya, namun karena beberapa hal hingga kepindahan Al Habib Salim tidak terwujud dan batal. Ketika Al Walid mendapat kabar bahwa kepindahan ayahnya batal, maka habib Novel bergegas untuk pulang ke indonesia karena khawatir akan keadaan ayahnya.
Setibanya di Indonesia sang ayah sangat gembira dan bahagia. Al Walid pernah bercerita bahwa pernah bersama dakwah dengan Al Habib Salim sang ayah. Terkadang dalam suatu acara, sohibul bait mengundang Al Habib Salim dan Al Walid agar keduanya berceramah. Dan di waktu yang sama ditempat lainpun mengundang keduanya, sehingga Al Habib Salim mengatakan kepada Al Walid, engkau sekarang ke acara yang di sana sedangkan aku di acara yang di sini, setelah engkau selesai maka bergegas untuk hadir di acara yang di sini sedangkan aku akan beranjak ke acara yang di sana.
Habib Abdul Qodir bin Muhammad Al Haddad Al Hawi bercerita bahwa pernah dalam acara maulid Al Walid Al Habib Novel diminta berceramah di hadapan ayahnya Al Habib Salim dan saat itu hadir pula para habaib dan ulama lainnya. Setelah berceramah, sang ayah Al Habib Salim berdiri dan mengatakan dengan bangga, “wahai Hadirin, beginilah para Habaib dan keluarga Rasulullah SAW, mereka bagaikan pohon pisang, tidak mati induknya melainkan setelah tumbuh sempurna anaknya”.
Hingga suatu hari dalam sebuah kesempatan Al Habib Salim melepaskan Imamah yang beliau pakai dan beliau letakkan dan pakaikan Habib Novel bin Salim bin Jindan.
Habib Salim bin Ahmad bin Jindan Wafat pada Malam Senin tahun 1969. Dan meninggalkan putra putri yang solih dan solihah yang bertaqwa kepada Allah. Dan tidak lama kemudian Habib Novel menikah dengan Habib Muhammad bin Ali bin Abdurahman Al Habsyi.
Habib Novel juga berguru kepada Al Habib Ali bin Abdurahman Al Habsyi, Al Habib Ali bin Husain Al Attas, Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Haddad Al Hawi, dan senantiasa mendampingi mertua dan berguru kepadanya Habib Muhammad bin Ali bin Abdurahman Al Habsyi Kwitang, dan juga berguru dari para ulama lainnya. Bahkan hampir sebagian besar guru-guru Habib Salim bin Ahmad bin Jindan adalah guru Habib Novel. Sebab Al Habib Salim setiap kali meminta Ijazah dari para gurunya selalu memintanya juga untuk anak dan keturunannya.
Seluruh hidupnya hanya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, hanya untuk berdakwah dan berjuang di jalan Allah hingga akhir hayat beliau.
Dorongan beliau kepada putra putrinya untuk menempuh jalan agama, dakwah di jalan Allah. Hingga Habib Novel kirim semua anak-anaknya untuk menimba ilmu. Dan setiap anak dari mereka saat berangkat,selalu berpesan kepadanya dengan apa yang di katakan oleh ibunda Asy Syeikh Abdul Qodir Al Jailani saat berpisah dan melepas anaknya menimba ilmu, "Wahai anakku, belajarlah bersungguh-sungguh dan jangan pernah berfikir kembali dan berjumpa, sebab aku akan menunggumu di depan telaga Rasulullah SAW di hari kiamat".
Almarhum dikenal sebagai mubalig dengan gaya pidato yang berapi-api.
Suaranya nyaring dan lantang, tak takut menyuarakan kebenaran. Tak mengherankan, banyak orang menyebutnya sebagai singa podium yang mampu menyihir pendengarnya. Apalagi ditunjang dengan tubuhnya yang gagah dan wajah tampan serta penampilan yang perlente.
Materi ceramahnya selalu dikemas dengan tema-tema aktual, berdasarkan kajian kitab-kitab klasik, sehingga membuat jemaahnya betah mengikuti pengajian selama berjam-jam. Pertama kali ia tampil sebagai mubalig pada 1980-an di Graha Purnayudha (kini Balai Sarbini) di kawasan Semanggi, Jakarta, dengan jemaah ribuan orang.
Habib Novel bin Salim bin Ahmad Jindan kemudian mendirikan pondok pesantren Al Fakhriyah di Jl Prof Hamka, Larangan, Ciledug, Tangerang. Banyak ulama besar sering bersilaturahmi. Misalnya, Habib Umar bin Hafidz, Habib Salim Asy-Syathiry, Habib Zain bin Smith, Habib Ali bin Anis Alkaff.
Sementara itu, jumlah santri yang mondok di Pesantren Al-Fakhriyah, yang sebelumnya hanya sekitar 50 santri, belakangan meningkat jadi sekitar 100 lebih.Jemaahnya terus berkembang, tidak terbatas dari kawasan Jabotabek dan seluruh Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara.
Dorongan beliau kepada putra putrinya untuk menempuh jalan agama, dakwah di jalan Allah, sangat kuat sehingga beliau kirim semua anak-anaknya untuk menimba ilmu. Dan setiap anak dari mereka saat berangkat, beliau selalu berpesan kepadanya dengan apa yang di katakan oleh ibunda Asy Syeikh Abdul Qodir Al Jailani saat berpisah dan melepas anaknya menimba ilmu, wahai anakku, belajarlah bersungguh-sungguh dan jangan pernah berfikir kembali dan berjumpa, sebab aku akan menunggumu di depan telaga Rasulullah SAW di hari kiamat.
Kata-kata ini sangat membekas di lubuk hati anak-anaknya yang tercinta. Harapan ini Allah wujudkan untuk beliau ketika putra tertua beliau wafat saat menimba Ilmu kepada Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith di Madinah Al Munawwarah, dan kemudian dimakamkan di Makkah.
“Saya masih selalu teringat Saat saya masih kecil di waktu Dhuha ketika saya berada di kamar, dan saya mendengar dari kamar Al Walid suara beliau yang lantang yang sedang mengulang-ulang hafalan hadits beliau dari kitab Riyadhus Solihin, kenang Habib Ahmad. Saya mendengar bahwa beliau hafal kita Riyadhus Solihin karya Al Imam An Nawawi.
Sebagaimana saya masih mengingat bahwa sebagian besar waktu beliau ketika bersama kami selalu membawakan cerita para awliya dan salaf solihin dari keluarga Al Ba Alawi.” Beliau ketika menghadiri acara maulid atau majelis, selalu mengajak semua atau sebagian anak-anak beliau untuk mendampinginya.
Habib Ahmad bercerita, “Ketika beliau melihat saya di kamar suatu hari sedang memegang kitab Maulid Simtud Durar, beliau gembira dan bahagia dan menghampiri saya kemudian duduk bersebelahan dengan saya.
Dan menyemangati saya untuk melancarkan bacaan suatu fashal dari kitab maulid tersebut, yaitu Fashal sebelum Qiyam dan Fashal sebelum doa maulid. Setelah saya lancar, setiap kali ada acara maulid, beliau memerintahkan saya untuk tampil dan membaca Fashal maulid tersebut.”
Habib Ahmad bercerita, “Sepulangnya saya dari Hadramaut, saya selalu mendamping beliau bersama kakak saya Habib Jindan bin Novel. Hingga beliau wafat pada hari jumat jam 17.00 tanggal 3 Juni tahun 2005 M bertepatan pada tanggal 25 Rabiuts Tsani tahun 1426 H.
Saat itu telapak tangan kanan beliau berada di telapak tangan saya, dan ibu saya mentalqinkan beliau, dan adik-adik saya berada di kaki beliau, sedangkan kakak saya Al Habib Jindan sedang mewakili beliau berdakwah di Singapura di Masjid Ba Alawi dalam acara Haul Imam Habib Muhammad bin Salim Al Attas.”
Pernah suatu kali wartawan suatu majalah islami berkunjung ke rumah Habib Novel untuk mewawancara kami dan Al Walid. Salah satu pertanyaan mereka kepada Al Walid adalah, Apa cita-cita Habib Novel untuk umat islam?
Kerena bekas stroke sehingga beliau berbicara terpatah-patah, namun saat itu beliau menjawab hanya dengan isyarat tangannya yang sangat membahagaiakan kami semua. Beliau menunjuk kepada Kakak saya, Habib Jindan dan kepada saya Ahmad, serta anak-anak beliau yang lainnya. Seakan beliau mengatakan, “Merekalah cita-cita dan persembahan Saya untuk umat.” Habib Novel lebih disibukkan oleh kegiatan dakwah, sehingga setelah wafatnya beliau tidak menulis karya intelektual.
Adapun dalam bentuk karya sosial, Yayasan Al-Fakhriyah dan berbagai aktifitas sosial di dalamnya adalah bukti keikhlasannya dalam pengabdian kepada Allah SWT.
Jumat, 3 Juni 2005 (25 Rabiulakhir 1426 H), tepatnya pukul 17.00 WIB, singa podium itu telah tiada. Kabar wafatnya Habib Novel segera tersiar cepat melalui pesan SMS dan telepon. Sejak Jumat malam hingga Sabtu subuh, banyak orang datang bertakziah ke rumah pengasuh Pondok Pesantren Al-Fakhriyah di Ciledug- Tangerang itu. Bahkan ada yang menginap di masjid dan pesantren. Mereka kebanyakan para pengasuh majelis taklim di sekitar Jabotabek.
Kabar wafatnya Habib Novel segera tersiar cepat melalui pesan SMS dan telepon. Wapres RI, Dr Hamzah Haz , Habib Abdul Qader al Habsyi, Habib Hamid bin Abdullah Al Kaff (Pondok Rangon), Habib Hud bin Bagir Al Attas (Kebon Nanas),Ustadz Arifin Ilham, Jefry al Bukhori dll saat itu tampak hadir melepas kepergian almarhum (mu'aziyin) .
Sejak Jumat malam hingga Sabtu subuh, banyak orang datang bertakziah ke rumah pengasuh Pondok Pesantren Al-Fakhriyah di Ciledug- Tangerang itu. Bahkan ada yang menginap di masjid dan pesantren. Mereka kebanyakan para pengasuh majelis taklim di sekitar Jabotabek.
Ia meninggalkan lima anak, buah perkawinannya dengan Syarifah Faurani: Habib Jindan, Habib Ahmad, Syarifah Amirrah, Syarifah Fatimah, dan Syarifah Balqis.
Penerus dakwah dari Habib Novel saat ini yakni Habib Jindan dan Ahmad bin Novel bin Salim Jindan .
Haul Habib Salim bin Ahmad Jindan dan Habib. Novel bin Salim Jindan pada Ahad, 29 Oktober 2023 diperingati secara besar-besaran berbarengan dengan Maulid Akbar Nabi Muhammad SAW sejak Sabtu Sore dengan Majelis Raihah yang disi dengan pembacaan Msulid Burdah.
Sementara puncak Haul digelar pada Minggu pagi dengan acara Pengajian Maulid Akbar Dan Haul. Acara ini ini terasa istimewa beberapa penceramah turut memberi ceramah seperti Habib Zein bin Husain al Habsyi, Habib Abdullah Al Hadad, Habib Salim bin Jindan bin Novel Salim Jindan, Habib Ahmad bin Salim Jindan, Prof Ismail Fajri Al Athas . (putra Prof. Habib Naquib Al Athas, Guru besar Sejarah Universitas Nasional Singapura), Brigjend (Purn) Gatot Edi Pramono, HM Ahmad Saiful Muzani,( Wk Ketua MPR RI), Brigjen Pol. H. M. Sabilul Alif (Wakapida Tangerang).
Acara ini banyak dihadiri Tokoh seperti Walikota Tangerang, Habib dan Ulama sejabodetabek dan sekitarnya. Selepas ceramah maulid acara disambung tahlil dan pembacaan Maulid sampai Dzuhur. Jamaah tumplek blek memenuhi area komplek ponpes Al Fachriyyah, Ciledug Tangerang, Banten. ( Aji S)
Tidak ada komentar: