Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Haul Habib Salim bin Ahmad Jindan dan Habib Novel bin Salim bin Ahmad Jindan


Suarabamega25.com, Tangerang-Tanggal 29 Oktober 2023 , Ahad (14 Rabiul Akhir 1445 H), Haul Habib Novel dan Habib Salim bin  Ahmad Jindan sekaligus Maulid Akbar Nabi Muhammad akan digelar di Ponpes Al Fachriyah, Jl Prof Buya Hamka No 1, Kampung Gaga, Larangan Selatan, Ciledug Kab Tangerang ,Banten.

Habib Salim bin Ahmad Jindan adalah Singa Podium Betawi pada jamannya, pejuang kemerdekaan dan sekaligus pendakwah yang tak kenal lelah di masalah sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan.Habib Salim, ulama keturunan Rasulullah SAW kelahiran Surabaya 18 Rajab 1324 H atau 7 September 1906 M. Habib  Salim bin Ahmad  bin Jindan  Wafat pada Malam Senin tahun  1969 dengan  2 putra yakni Habib Shalahudin dan Habib Novel.

Habib Novel lahir pada Sabtu, 2 Rabits Tsani 1361 H / 18 April 1942 M di Bidara Cina Otista Jati Negara.Ibu Habib  Novel adalah Syarifah Aisyah binti Al Habib Usman bin Abdullah Syatho. Al Habib Usman adalah salah seorang ulama dari Makkah yang datang ke Sulawesi untuk berdakwah dan kemudian menikahi salah seorang wanita berdarah biru dari Bugis hingga lahir dari perkawinan tsb Syarifah Aisyah binti Al Habib Usman Syatho.

 

Al Walid Al Habib Novel sangat bakti kepada ibunya. Yang saya ketahui dari beliau adalah kepatuhannya kepada ibunya. Tidak pernah berucap kata “Tidak” kepada ibunya. Hingga wafat sang ibu pada tahun 1990 atau 1991. Sebagaimana bakti beliau yang sangat luar biasa kepada sang ayah, Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. al Habib Salim yang senantiasa mendidik beliau. Al Walid Al Habib Novel selalu mendampingi sang ayah.              

Sekitar tahun 1967  berangkat ke Makkah, dan tinggal di sana selama kurang lebih 2 tahun. Menimba ilmu dari para ulama yang ada di sana, diantaranya As Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki. Al Walid sangat disayang oleh As Sayyid Alwi hingga dipersaudarakan dengan putranya Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al Maliki. Sebagaimana juga menimba ilmu dan dekat dengan As Sayyid Muhammad Amin Kutbi, Asy Syeikh Hasan Masysyaath dan para ulama ulama Al Haramain yang Saat itu berada di sana.

 

al Habib Salim berniat untuk pindah ke Makkah bersama seluruh keluarga besarnya, sehingga Al Walid menunggu kedatangan beliau dan mempersiapkan segalanya, namun karena beberapa hal hingga kepindahan Al Habib Salim tidak terwujud dan batal. Ketika Al Walid mendapat kabar bahwa kepindahan ayahnya batal, maka habib Novel bergegas untuk pulang ke indonesia karena khawatir akan keadaan ayahnya.                   

 

Setibanya di Indonesia sang ayah sangat gembira dan bahagia. Al Walid pernah bercerita  bahwa pernah bersama dakwah dengan Al Habib Salim sang ayah. Terkadang dalam suatu acara, sohibul bait mengundang Al Habib Salim dan Al Walid agar keduanya berceramah.  Dan di waktu yang sama ditempat lainpun mengundang keduanya, sehingga Al Habib Salim mengatakan kepada Al Walid, engkau sekarang ke acara yang di sana sedangkan aku di acara yang di sini, setelah engkau selesai maka bergegas untuk hadir di acara yang di sini sedangkan aku akan beranjak ke acara yang di sana.

 

Habib Abdul Qodir bin Muhammad Al Haddad Al Hawi bercerita bahwa pernah dalam acara maulid Al Walid Al Habib Novel diminta berceramah di hadapan ayahnya Al Habib Salim dan saat itu hadir pula para habaib dan ulama lainnya. Setelah berceramah, sang ayah Al Habib Salim berdiri dan mengatakan dengan bangga, “wahai Hadirin, beginilah para Habaib dan keluarga Rasulullah SAW, mereka bagaikan pohon pisang, tidak mati induknya melainkan setelah tumbuh sempurna anaknya”.

 

Hingga suatu hari dalam sebuah kesempatan Al Habib Salim melepaskan Imamah yang beliau pakai dan beliau letakkan dan pakaikan Habib Novel bin Salim bin Jindan.

 

Habib Salim bin Ahmad bin Jindan Wafat pada Malam Senin tahun 1969. Dan meninggalkan putra putri yang solih dan solihah yang bertaqwa kepada Allah.         Dan tidak lama kemudian Habib Novel menikah dengan Habib Muhammad bin Ali bin Abdurahman Al Habsyi.

 

Habib Novel juga berguru kepada Al Habib Ali bin Abdurahman Al Habsyi, Al Habib Ali bin Husain Al Attas, Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Haddad Al Hawi, dan senantiasa mendampingi mertua dan berguru kepadanya Habib Muhammad bin Ali bin Abdurahman Al Habsyi Kwitang, dan  juga berguru dari para ulama lainnya. Bahkan hampir sebagian besar guru-guru Habib Salim bin Ahmad bin Jindan adalah guru Habib Novel. Sebab Al Habib Salim setiap kali meminta Ijazah dari para gurunya selalu memintanya juga untuk anak dan keturunannya.

 

Seluruh hidupnya hanya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, hanya untuk berdakwah dan berjuang di jalan Allah hingga akhir hayat beliau.

 

Dorongan beliau kepada putra putrinya untuk menempuh jalan agama, dakwah di jalan Allah. Hingga Habib Novel kirim semua anak-anaknya untuk menimba ilmu. Dan setiap anak dari mereka saat berangkat,selalu berpesan kepadanya dengan apa yang di katakan oleh ibunda Asy Syeikh Abdul Qodir Al Jailani saat berpisah dan melepas anaknya menimba ilmu, "Wahai anakku, belajarlah bersungguh-sungguh dan jangan pernah berfikir kembali dan berjumpa, sebab aku akan menunggumu di depan telaga Rasulullah SAW di hari kiamat".                       

 

Almarhum dikenal sebagai mubalig dengan gaya pidato yang berapi-api.

 

Suaranya nyaring dan lantang, tak takut menyuarakan kebenaran. Tak mengherankan, banyak orang menyebutnya sebagai singa podium yang mampu menyihir pendengarnya. Apalagi ditunjang dengan tubuhnya yang gagah dan wajah tampan serta penampilan yang perlente.

Materi ceramahnya selalu dikemas dengan tema-tema aktual, berdasarkan kajian kitab-kitab klasik, sehingga membuat jemaahnya betah mengikuti pengajian selama berjam-jam. Pertama kali ia tampil sebagai mubalig pada 1980-an di Graha Purnayudha (kini Balai Sarbini) di kawasan Semanggi, Jakarta, dengan jemaah ribuan orang.              

Habib Novel bin Salim bin Ahmad Jindan         kemudian mendirikan pondok pesantren Al Fakhriyah di Jl Prof Hamka, Larangan, Ciledug, Tangerang.  Banyak ulama besar sering bersilaturahmi. Misalnya, Habib Umar bin Hafidz, Habib Salim Asy-Syathiry, Habib Zain bin Smith, Habib Ali bin Anis Alkaff.

Sementara itu, jumlah santri yang mondok di Pesantren Al-Fakhriyah, yang sebelumnya hanya sekitar 50 santri, belakangan meningkat jadi sekitar 100 lebih.Jemaahnya terus berkembang, tidak terbatas dari kawasan Jabotabek dan seluruh Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara. 

Dorongan beliau kepada putra putrinya untuk menempuh jalan agama, dakwah  di jalan Allah, sangat  kuat sehingga  beliau kirim semua  anak-anaknya untuk  menimba  ilmu.  Dan  setiap  anak  dari  mereka   saat  berangkat,  beliau selalu  berpesan  kepadanya  dengan  apa   yang  di  katakan   oleh  ibunda   Asy Syeikh Abdul Qodir  Al Jailani saat  berpisah  dan  melepas  anaknya menimba ilmu, wahai anakku,  belajarlah bersungguh-sungguh dan jangan pernah  berfikir kembali   dan   berjumpa,   sebab   aku   akan   menunggumu  di  depan  telaga  Rasulullah SAW di hari kiamat.  

Kata-kata  ini sangat  membekas di lubuk hati anak-anaknya yang  tercinta.  Harapan ini Allah wujudkan  untuk  beliau  ketika putra  tertua  beliau  wafat  saat  menimba  Ilmu  kepada Habib  Zain bin Ibrahim bin  Sumaith   di  Madinah   Al Munawwarah,  dan   kemudian  dimakamkan  di Makkah.

“Saya  masih  selalu  teringat  Saat  saya  masih  kecil  di  waktu  Dhuha ketika saya  berada di kamar,  dan  saya mendengar dari kamar  Al Walid suara beliau  yang  lantang yang  sedang  mengulang-ulang hafalan hadits  beliau  dari kitab Riyadhus  Solihin, kenang  Habib  Ahmad.  Saya  mendengar bahwa  beliau hafal  kita  Riyadhus  Solihin karya  Al Imam An Nawawi.  

Sebagaimana saya masih  mengingat   bahwa   sebagian   besar  waktu  beliau  ketika  bersama kami selalu membawakan cerita  para  awliya dan  salaf solihin dari  keluarga  Al Ba Alawi.” Beliau ketika menghadiri  acara  maulid atau  majelis,  selalu mengajak semua  atau sebagian  anak-anak beliau untuk mendampinginya.

Habib  Ahmad  bercerita,  “Ketika beliau  melihat  saya  di kamar  suatu hari   sedang   memegang  kitab  Maulid  Simtud   Durar,   beliau  gembira   dan bahagia  dan  menghampiri saya  kemudian duduk  bersebelahan dengan saya. 

Dan  menyemangati saya  untuk  melancarkan bacaan suatu  fashal dari  kitab maulid tersebut,  yaitu Fashal sebelum Qiyam dan  Fashal sebelum doa  maulid. Setelah  saya  lancar, setiap kali ada  acara  maulid, beliau memerintahkan saya untuk tampil dan membaca Fashal maulid tersebut.”

Habib   Ahmad   bercerita,   “Sepulangnya  saya  dari  Hadramaut,  saya selalu  mendamping  beliau   bersama  kakak  saya   Habib   Jindan   bin  Novel. Hingga  beliau wafat pada  hari jumat  jam 17.00  tanggal 3 Juni tahun  2005  M bertepatan pada   tanggal  25  Rabiuts  Tsani  tahun   1426  H.  

Saat  itu  telapak tangan  kanan  beliau berada di telapak tangan  saya, dan ibu saya mentalqinkan beliau,  dan  adik-adik  saya  berada di kaki beliau,  sedangkan kakak  saya  Al Habib  Jindan  sedang  mewakili beliau berdakwah di Singapura di Masjid Ba Alawi dalam acara Haul Imam Habib Muhammad bin Salim Al Attas.”

Pernah  suatu kali wartawan  suatu majalah islami berkunjung  ke rumah Habib  Novel untuk  mewawancara kami dan  Al Walid. Salah  satu  pertanyaan mereka  kepada Al Walid adalah, Apa cita-cita Habib  Novel untuk umat  islam?

Kerena bekas  stroke sehingga  beliau berbicara  terpatah-patah, namun  saat  itu beliau  menjawab  hanya   dengan  isyarat  tangannya  yang  sangat membahagaiakan kami  semua.  Beliau  menunjuk  kepada Kakak saya,  Habib Jindan  dan  kepada saya Ahmad,  serta anak-anak beliau yang lainnya. Seakan beliau mengatakan, “Merekalah cita-cita dan  persembahan Saya  untuk umat.” Habib Novel lebih disibukkan oleh kegiatan dakwah,  sehingga setelah wafatnya beliau  tidak  menulis  karya  intelektual.  

Adapun   dalam  bentuk  karya  sosial, Yayasan  Al-Fakhriyah  dan  berbagai  aktifitas sosial di dalamnya adalah bukti keikhlasannya dalam pengabdian kepada Allah SWT.

 Jumat, 3 Juni 2005 (25 Rabiulakhir 1426 H), tepatnya pukul 17.00 WIB, singa podium itu telah tiada.  Kabar wafatnya Habib Novel segera tersiar cepat melalui pesan SMS dan telepon. Sejak Jumat malam hingga Sabtu subuh, banyak orang datang bertakziah ke rumah pengasuh Pondok Pesantren Al-Fakhriyah di Ciledug- Tangerang itu. Bahkan ada yang menginap di masjid dan pesantren. Mereka kebanyakan para pengasuh majelis taklim di sekitar Jabotabek.

Kabar wafatnya Habib Novel segera tersiar cepat melalui pesan SMS dan telepon. Wapres RI, Dr Hamzah Haz , Habib Abdul Qader al Habsyi, Habib Hamid bin Abdullah Al Kaff (Pondok Rangon), Habib Hud bin Bagir Al Attas (Kebon Nanas),Ustadz Arifin Ilham, Jefry al Bukhori dll saat itu tampak hadir melepas kepergian almarhum (mu'aziyin) . 

Sejak Jumat malam hingga Sabtu subuh, banyak orang datang bertakziah ke rumah pengasuh Pondok Pesantren Al-Fakhriyah di Ciledug- Tangerang itu. Bahkan ada yang menginap di masjid dan pesantren. Mereka kebanyakan para pengasuh majelis taklim di sekitar Jabotabek.

Ia meninggalkan lima anak, buah perkawinannya dengan Syarifah Faurani: Habib Jindan, Habib Ahmad, Syarifah Amirrah, Syarifah Fatimah, dan Syarifah Balqis.

Penerus dakwah dari Habib Novel saat ini yakni  Habib Jindan dan Ahmad bin Novel bin Salim Jindan .

Haul Habib Salim bin Ahmad Jindan dan Habib. Novel bin Salim Jindan  pada Ahad, 29 Oktober 2023 diperingati secara besar-besaran berbarengan dengan Maulid Akbar Nabi Muhammad SAW sejak Sabtu Sore dengan Majelis Raihah yang disi dengan pembacaan Msulid Burdah.

Sementara puncak Haul digelar pada Minggu pagi dengan acara Pengajian Maulid Akbar Dan Haul. Acara ini ini terasa istimewa beberapa penceramah turut memberi  ceramah seperti Habib Zein bin Husain al Habsyi, Habib Abdullah Al Hadad, Habib Salim bin Jindan bin Novel Salim Jindan, Habib Ahmad bin Salim Jindan, Prof Ismail Fajri Al Athas . (putra Prof. Habib Naquib Al Athas, Guru besar Sejarah Universitas Nasional Singapura), Brigjend (Purn) Gatot Edi Pramono, HM Ahmad Saiful Muzani,( Wk Ketua MPR RI), Brigjen Pol. H. M. Sabilul Alif (Wakapida Tangerang).

Acara ini banyak dihadiri Tokoh seperti Walikota Tangerang, Habib dan Ulama sejabodetabek dan sekitarnya. Selepas ceramah maulid acara disambung tahlil dan pembacaan Maulid sampai Dzuhur. Jamaah tumplek blek memenuhi area komplek ponpes Al Fachriyyah, Ciledug Tangerang, Banten. ( Aji S)

Tidak ada komentar: