Haul Dzuriyyah Walisongo di Ponpes Babussalam Malang
Suarabamega25.com - Haul Dzurriyah Wali Songo, kali pertama digelar di Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur
Malang-Perangatan Haul Dzuriyyah Wali Songo pertama kali di Nusantara , pada tahun 2024 ini digelar di Ponpes Babussalam, Malang.
"Haul Dzurriyah Wali Songo digelar mulai hari ini, Rabu (3/1/2023) hingga Sabtu (6/1/2024). Beragam kegiatan akan meramaikan haul ini, " ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Babussalam, KH Thoriq bin Ziyad Darwis, Rabu (3/1/2024).
Gus Thoriq sapaan akrab KH Thoriq bin Ziyad Darwis mengatakan haul tersebut digelar sebagai wujud rasa terimakasih terhadap keturunan Wali Songo yang telah berdedikasi kepada Negara dan Bangsa Indonesia.
"Dzurriyah Wali Songo ini sudah terbukti mampu mengantarkan negara ini menuju kemerdekaan, dengan simbol-simbol kesantrian dan itu diprakarsai oleh Dzurriyah Wali Songo," terangnya.
"Dan kita sebagai bentuk terimakasih saja, kita harus mengingat sejarah masa lalu, untuk kejayaan Indonesia masa depan," sambung Gus Thoriq.
Kata dia, serangkaian kegiatan dalam haul Dzurriyah Wali Songo diantaranya kirab budaya, lomba sholawat dan lagu-lagu Wali Songo, dan juga pagelaran wayang kulit.
"Nanti lakon pewayangannya Wisanggeni Rabi. Harapannya adalah tidak munculnya perang Bhatara Yudha. Di situ nanti ada hikmah dari pewayangan itu. Terus acara inti adalah haul dan doa untuk seluruh Wali Songo, oleh keluarga atau keturunan dari Wali Songo," bebernya.
Ia berharap, haul Dzurriyah Wali Songo dapat menjadi percontohan daerah lain.
"Kami simpulkan, Dzurriyah Wali Songo sampai saat ini masih ada. Dan terus menurunkan keturunan dan generasi," ujar Gus Thoriq yang dari garis Kakek masih keturunan Sunan Kudus dan Sunan Ampel itu.
" Kami berpesan agar Dzurriyah Wali Songo dapat menjadi garda depan dalam mengawal kemerdekaan. Utamanya empat pilar kebangsaan, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-Undang Dasar 1945," tandas Penggagas Hari Santri itu.
Menurut Habib Luthfi bin Hasyim bin Yahya (Presiden Sufi Sedunia, mantan Rois Idarah Jamiyah Ahlith Thoriqoh Muktabaroh an Nahdhliyyah/JATMAN) dalam sebuah kesrmpatan, menyatakan bahwa sebenarnya, Walisongo di Indonesia itu tidak hanya yang biasa dikatakan oleh ahli sejarah. Maulana Habib Luthfi Bin Yahya mengisahkan sejarah Walisonga yang tidak terekam oleh para ahli sejarah. Ahli sejarah itu membuatnya berdasarkan kepentingan politik. Menurut Habib Luthfi, Walisonga itu ada lima generasi.
Generasi pertama dipimpin oleh Syaikh Jamaludin Husein atau Syeikh Jumadil Kubro yang membawahi delapan wali lainnya. Sebagian terpencar di Sumatera.
Generasi kedua dipimpin oleh Syaikh Maulana Al-Malik Ibrahim yang membawahi delapan wali lainnya diantaranya Sayyidina Imam Quthub Syarif bin Abdullah Wonobodro, Syaikh Muhammad Sunan Geseng, Sayyid Ibrahim, Sunan Gribig, Amir Rahmatillah Sunan Tembayen, Imam Ali Ahmad Hisamuddin (Cinangka, Banten lama), al-Imam Ahmad Zainul Alam.
Generasi ketiga dipimpin oleh Imam Maulana Ibrahim Asmoroqondi/Pandito Ratu (Tuban, Gresik) yang membawahi delapan sunan, diantaranya: Sunan Ali Al-Murtadlo (Genjang), Wali Lanang (Maulana Ishaq), Imam Ahmad Rahmatillah, Sayyid Jalal Tuban, Syaikh Datuk Kahfi/Dzatul Kahfi/Sayyid Mahdi Cirebon, Syaikh Muhammad Yusuf Parang Tritis Jogja, Syaikh Maulana Babullah (Belabenung).
Generasi keempat dipimpin oleh Imam Ahmad Rahmatillah (Sunan Ampel) yang membawahi delapan sunan diantaranya: Sultan Abdul Fatah, Sunan Drajat, Syaikh Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syaikh Maulana Utsman Haji, Syaikh Muhammad bin Abdurrahman (Sunan Mejagung), Syaikh Maulana Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), Sayyid Abdul Jalil (Sunan Bagus Jeporo, Bukan Syaikh Siti Jenar).
Generasi kelima dipimpin oleh Sunan Bonang yang membawahi delapan wali, diantaranya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijogo, Sultan Trenggono, Sunan Zainal Abidin/Qadli Demak, Sunan Muria.
Pada masa Syaikh Jamaluddin Husein, perjuangan dititikberatkan pada keorganisasian, dedikasi, ekonomi. Kemudian dilanjutkan dalam dunia pendidikan dan pengkaderan pada masa Sayyid Malik Ibrahim, sehingga dapat memasuki wilayah kerajaan tanpa campur tangan politik dan (imbalan) ekonomi. Selanjutnya pada masa Syaikh Asmoroqondi, mulai dilakukan pengaturan struktur organisasi sebagai media dakwah serta memperkuat perekonomian dan spiritual.
Selanjutnya pada masa Sunan Ampel dilanjutkan dengan pemetaan geografi dan antropologi, pembangunan ekonomi dan pertanian, pengelolaan tanah hadiah dari Hayam Wuruk dan Gajah Mada, sehingga bisa menghidupi dakwah dan pendidikan.
Selain itu, kerapian organisasi lebih disempurnakan sehingga melahirkan ketatanegaraan/negarawan, ekonom, pertanian, yang di antaranya dipegang oleh putra beliau, Maulana Hasyim, seorang ulama, fuqoha, tasawuf, ekonom, mampu memberdayakan ekonomi umat, sehingga fuqara, masaakin, aytam, dan para siswa terjamin hidupnya.
Sunan Bonang merupakan seorang yang ‘allaamah, membidangi segala ilmu, guru besar dari para sultan/ratu, senopati, adipati, tumenggung, dan guru para wali dan ulama. Kedudukan beliau shulthaan al-auliyaa’ fii zamaanihi.
Imam Ja’far Shadiq merupakan seorang muhaddits dan faqiih, mahir ilmu kelautan, ekonomi, dan pola pendidikan sehingga mampu mensejahterakan kerajaan dan lingkungan, serta seorang budayawan.
Sunan Kalijogo merupakan seorang ‘alim yang sangat memahami budaya, sekalipun aliran-aliran dan agama lain, sehingga mampu mengendalikan segala aliran. Dari situ beliau mendapat gelar Kalijogo (kalinya aliran-aliran).
Disamping itu, beliau merupakan budayawan, seniman, pengarang gending dan lagu yang berbentuk puisi ataupun syair. Beliau juga seorang dalang yang mampu memadukan dari mahabharata menjadi carangan, dari carangan menjadi karangan dan karangan itu menjadi pakem para dalang. Media tersebut juga menjadi media dakwah.
Sunan Giri (Muhammad ‘Ainul Yaqin) merupakan seorang yang mahir hukum, mufti di zamannya dan fatwanya sangat ditaati, pengaruh beliau sampai pada anak cucunya, diantara keabsahan para sultan di jawa, beliaulah yang melantiknya.
Sultan Abdul Fatah merupakan seorang ‘alim bijaksana, luas wawasannya dalam kebangsaan, seorang negarawan, seorang politisi yang sangat rapi dalam mengatur struktur pemerintahan di zamannya, pengaruh beliau sampai malaka bahkan Turki di zaman itu.
Syaikh Ali Zainal Abidin/Qadli Demak merupakan orang yang ‘allamah, kebijakan-kebijakan beliau dalam syariat sangat dihargai pada waktu itu, beliau sangat sukses dalam menjaga pemerintahan, keamanan, dan pertahanan nasional.
Sunan Gunung Jati adalah orang yang sangat ‘allamah, negarawan, budayawan, ahli strategi, pengaruhnya sangat luar biasa di kalangan muslim maupun non muslim, disegani dan dicintai umat, serta menjadi pelindung umat dan bangsa.
Sunan Muria merupakan shulthaan al-Auliyaa’ fii zamanihi, pembesar ahli thariqah, budayawan, seniman, ekonom. Pengaruh beliau sangat luar biasa dari semua kalangan menengah, atas, dan bawah. Pertumbuhan thariqoh di zamannya mekar. Beliau pendamai dan sangat disegani dan dicintai umat.
Sunan Bagus Jeporo (Syaikh Abdul Jalil); merupakan seorang sufi yang faqih, pengendali dari bentuk gejolak yang akan membawa perpecahan, sehingga tumbuh kedamaian dan ketentraman. Syaikh Abdul Jalil ini bukan Syaikh Abdul Jalil yang Syaikh Siti Jenar.
Demikianlah Sirah singkat Walisongo yang disampaikan Habib Muhammad Luthfi Yahya. (Aji)
Tidak ada komentar: