RESTU PILKAD AOleh: Noorhalis Majid
Suarabamega25.com - Dulu, restu paling utama melakukan apapun, terlebih terjun ke politik, adalah restu orang tua, terutama ibu kandung yang melahirkan.
Mendapat restu dari ibu kandung, bukan saja menjadi sumber kekuatan, juga pertanda jagat raya turut memberi restu. Karenanya tidak jarang seorang politisi mempublikasikan restu orang tua yang sudah diperolehnya sebagai isyarat agar semesta juga merestui.
Setelahnya, zaman berganti - pergeseran pemahaman dan kebudayaan tak terhindarkan. Restu pun bergeser dari orang tua kepada ulama. Berbodong-bodonglah politisi mendatangi ulama sepuh, yang diyakini sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk mendapatkan restu.
Restu dari ulama itu pun dipublikasikan, sebagai isyarat semesta raya telah memberikan restu. Semakin banyak ulama sepuh yang merestui, semakin kokoh dan mapanlah keyakinan untuk menang bertarung dalam politik.
Kini, zaman begitu cepat bergerak. Restu ibu dan ulama, sudah tidak mampu menjamin, apalagi mendongkrak dukungan politik. Restu paling ampuh dan tak tertandingi zaman ini, adalah restu “oligarki”, pengusaha kaya raya, yang karena kekayaannya seolah langit pun dapat dibeli – semesta dapat diatur.
Maka berlomba-lombalah mendapatkan restu pengusaha kaya raya. Bila sudah mengantongi restu, akan mendapat dukungan finansial, jaringan kuasa, pengaruh bisnis, wibawa ketokohan dan segala hal yang sekarang serba uang.
Atau, bila sudah mendapat restu orang kaya, minimal berharap tidak diganggu, tidak dihambat. Sebab, diyakini dan menjadi “mitos” yang terus dirapalkan, bahwa bila restu orang kaya raya tidak diperoleh, maka dunia terasa kiamat, karena segala sendi kehidupan sudah berada di bawah ketiak oligarki.
Di tengah pragmatisme, kemiskinan dan kebodohan, restu orang kaya lebih mujarab dari restu apapun. Dan bila para cerdik pandai juga mempercayainya, maka “mitos” ini akan menjadi nyata, membeli segala hal, termasuk kewarasan dan harga diri. (nm)
Tidak ada komentar: