Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Peran Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan Oleh: Aji Setiawan



Suarabamega25.com - Belum lama dalam bulan Juni ini kita memperingati hari Laut Sedunia. Tau nggak, Sob? Kalau laut menyimpan banyak rahasia yang unik dan jarang orang ketahui.

Hari Laut Sedunia atau World Oceans Day diperingati pada 8 Juni setiap tahunnya. Ini menjadi salah satu perayaan global untuk meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya konservasi dan perlindungan laut. Dilansir laman resmi PBB, konsep Hari Laut Sedunia pertama kali diusulkan pada 1992 dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro. Peringatan ini dibentuk sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya peran laut dalam kehidupan. Tak hanya itu, masyarakat diharapkan lebih aktif dalam melindungi laut. 

Salah satu keunikan dari laut  yakni ada 2 juta spesies yang hidup di laut dan banyak lagi yang belum ditemukan! 

Tidak hanya itu, laut juga ternyata berperan dalam menghasilkan setengah dari oksigen yang kita hirup.

Tema tahun ini "Awaken New Depth" untuk menujukkan betapa pentingnya hubungan makhluk hidup dan laut.

Hari Laut Sedunia adalah momen yang mengingatkan setiap orang pada pentingnya peran lautan dalam kehidupan sehari-hari. Tahun ini semangat tema yang diusung adalah "Catalyzing Action for Our Ocean and Climate."

Ada banyak cara untuk menjaga laut dan iklim kita, seperti gunakan air seperlunya; mengurangi polutan; kurangi limbah; serta kurangi sampah plastik.

Selain mengelola laut dengan bijak baik di dalam batas Pesisir, Zona Ekonomi Ekslusif, Teritorial juga Hukum internasional tentang laut bukan saja di Indonesia tapi juga dunia (Internasional) di mana laut harus bersandingan dengan hukum Internasional. Salah satu contohnya adalah kawasan Natuna (Laut Cina Selatan).

Kawasan Laut China Selatan adalah kawasan semi-enclosed sea (laut setengah tertutup), sehingga terdapat ketentuan yang bisa menjadi rujukan negara-negara dalam mengarahkan penyelesaian konflik di kawasan tersebut.

Selanjutnya, sebagaimana telah dijelaskan, LCS merupakan salah satu jalur strategis pelayaran internasional, sehingga komplikasi masalah tumpang tindih klaimnya oleh enam negara dimaksud menjadi lebih kompleks dan rumit dengan kehadiran dan kepentingan negara bukan pengklaim, khususnya terkait jaminan keamanan jalur pelayaran ditinjau dari sudut hukum internasional dan geopolitik kawasan. Misalnya, kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya (India dan Australia) yang memastikan penggunaan jalur untuk pelayaran internasional tidak terhambat. Hal tersebut dikarenakan klaim sepihak negara pantai di kawasan LCS menjadi klaim atas kedaulatan/hak berdaulat. Klaim ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik yang berkepanjangan antara kepentingan negara dan kewajiban internasional terkait pemberian akses/transit di kawasan tersebut sesuai UNCLOS 1982, dan tidak melihat solusi praktis yang sebetulnya telah tersedia dari praktek kelaziman hukum internasional.

Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Laut China Selatan, perlu dipahami sebagai  bagian politik bebas aktif Indonesia dalam kancah hubungan internasional. Dalam perspektif ini, walaupun Indonesia bukan negara pengklaim di kawasan tersebut, namun karena jalur lintas pelayaran, hak atas wilayah maritim, dan wilayah ZEE Indonesia berada di perlintasan kawasan yang diperebutkan oleh negara pengklaim (China, Vietnam dan Malaysia), posisi Indonesia menjadi berkepentingan. Berkaitan dengan ZEE dan wilayah negara Indonesia, Anda dapat membaca UU 5/1983 dan UU 43/2008.

Selain itu, Vietnam dan Malaysia adalah negara anggota ASEAN. Sehingga secara politis dan geo-strategis penanganan kawasan, Indonesia menjadi sangat berkepentingan untuk memastikan bahwa kawasan LCS harus stabil dan aman sebagai jalur utama untuk pelayaran internasional dan posisi wilayah maritim Indonesia yang berada dalam lingkup tiga jalur strategis, yaitu Laut Andaman, Selat Malaka serta Laut Natuna dalam keadaan terkendali dan dapat dikelola (manageable).

Konflik di LCS yang melibatkan banyak pemangku kepentingan tentu akan mempengaruhi situasi politik dan keamanan pelayaran yang menjadi kepentingan Indonesia. Sebagai informasi, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan UU 17/1985. Dalam menyikapinya, sebagai negara pihak UNCLOS 1982, peran Indonesia seyogianya terus dilakukan melalui tiga pendekatan yakni:

secara bilateral dengan negara tetangga yang langsung berbatasan maritim, yaitu dengan Vietnam dan Malaysia

secara geo-politik kawasan, dalam kaitan hubungan dengan China sebagai negara pengklaim yang dinilai agresif dan cenderung self-centered melalui mekanisme proses dalam ASEAN dan Organisasi Internasional di bidang kelautan dan kemaritiman; dan mendorong proses mediasi/arbitrase internasional sesuai Part XV UNCLOS 1982.

Tidak ada komentar: