Header Ads

Header Ads
Selamat Datang di Website www.suarabamega25.com " KOMITMEN KAMI MEMBANGUN MEDIA YANG AKURAT DAN BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT " Alamat Redaksi Jl. Berangas KM. 2.5 No. 20 RT. 05 Desa Batuah Kotabaru Kalsel, Contact Mobile : 0812-5317-1000 / 0821-5722-6114.

Kapan Indonesia Berhenti Hutang Luar Negeri?


Suarabamega25.com, Jakarta -Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah hingga akhir Februari 2025 mencatatkan surplus keseimbangan primer (primary balance) sebesar Rp 48,1 triliun, tatkala keseluruhan fiskal (overall balance) menyentuh defisit Rp 31,2 triliun.

Defisit keseluruhan APBN itu sendiri disebabkan total penerimaan negara yang hanya sebesar Rp 316,9 triliun, sedangkan belanja negara lebih besar yakni Rp 348,1 Trilyun.

Adapun keseimbangan primer itu merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang, merujuk definisi yang termuat dalam buku Postur APBN Indonesia, keluaran Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu.

Dengan mempertimbangkan catatan itu, maka bisa diperkirakan pemerintah selama dua bulan pada awal tahun ini telah membayarkan bunga utang sebesar Rp 79,3 triliun, dari total anggaran untuk pembayaran bunga utang dalam APBN 2025 sekitar Rp 552,85 triliun, merujuk dokumen Nota Keuangan 2025.

Sebagai catatan, perkiraan pembayaran bunga utang ini belum dikonfirmasi oleh Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Suminto dan Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Riko Amir enggan merespons terkait hal ini ketika dikonfirmasi.

Meski demikian, sejumlah ekonom menganggap, surplusnya keseimbangan primer tatkala overall balance mengalami defisit yang lebar menandakan pembayaran bunga utang pemerintah pada dua bulan awal tahun ini cukup besar.

"Menunjukkan bahwa komponen pembayaran bunga utang itu relatif besar, sehingga ketika dimasukkan ke dalam penghitungan neraca APBN kondisi yang tadinya surplus dalam keseimbangan primer akhirnya berubah menjadi defisit," kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, Jumat (14/3/2025).

Yusuf berujar, catatan ini juga masih selaras dengan proyeksi jatuh tempo utang yang relatif besar, terutama dalam 5 tahun ke depan, sehingga akan berimplikasi terhadap komponen belanja bunga utang yang mengalami peningkatan pada tahun ini dan tahun-tahun setelahnya sampai dengan 2029.

Ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin juga menegaskan, surplusnya keseimbangan primer takala keseluruhan fiskal pemerintah mengalami defisit menunjukkan belanja negara non bunga utang masih sangat minim. "Sehingga biaya bunga mengambil porsi besar dalam belanja negara," tegasnya.

Ia menduga, belanja non bunga yang minim tersebut disebabkan oleh efisiensi belanja pemerintah ataupun inefektivitas pemerintah yang buruk akibat kabinet besar di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

"Bisa disebabkan oleh efisiensi atau inefektivitas pemerintah yang buruk, akibat kabinet besar yang di dalamnya banyak kementerian dan sosok baru yang masih dalam proses penyesuaian," tegas Wijayanto.

Analis Senior dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan, sebetulnya dengan surplusnya keseimbangan primer itu menandakan pemerintah masih mampu membiayai operasionalnya, di luar kewajiban pembayaran bunga utang, meskipun pendapatan negara pada dua bulan awal tahun ini hanya senilai Rp 316,9 triliun, turun 20,82% dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 400,36 triliun.

"Jadi belanja negara juga belum terlalu besar realisasinya, sehingga keseimbangan primernya masih tergolong sehat," ujar Ronny.

Kondisi ini kata Ronny juga bisa dipahami membuat sejumlah lembaga pemeringkat mempertahankan peringkat surat utang Indonesia terus stabil. Misalnya Fitch mempertahankan credit rating Indonesia di level BBB outlook sable, S&P juga BBB dengan outlook stable, dan Moody's Baa2 dengan outlook stable.

"Jadi, memang terjadi kontraksi dalam penerimaan negara karena beberapa sebab, tapi karena di awal tahun belanja negara juga belum terlalu besar, sehingga keseimbangan primer cenderung masih positif, artinya dari sisi kemampuan kita membayar utang juga masih terbilang sehat sehingga Fitch Rating memberi rating surat utang kita masih stay," tuturnya.

Selama tiga dekade (1966-1996), perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 5 persen setahun. Prestasi yang bersifat spektakuler dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang hanya sebesar 2.4 persen setahun pada periode terse but menempatkan Indonesia ke dalarn kelompok pilihan perekonomian 

Asia yang berkinerja tinggi (high-performing Asian economies) yang dicirikan adanya pertumbuhan yang cepat dan ketidakmerataan pendapatan yang menurun. Pasca pandemi dan krisis global yang menghantam dunia pada kurun terakhir. Pergerakan APBN 2025 yang lincah dalam merespons dinamika global mampu menjadi perisai kuat untuk meredam berbagai tekanan.

Berikut ini adalah postur APBN 2025 secara keseluruhan:

Pendapatan Negara: Rp2.842,5 T (101,4% target) mengalami kenaikan sebesar 2,1% yoy.  Belanja Negara: Rp3.350,3 T (100,8% pagu)  mengalami kenaikan 7,3% yoy. Sementara defisit APBN: diperkirakan  2,29% PDB (sesuai desain UU APBN 2024). Defisit neraca berjalan mencapai 360 T di bulan Fenruari 2025 telah ditempuh langkah pemangkasan Anggaran perjalanan biaya dinas di berbagai kementrian dan departemen. Agar defisit neraca keuangan tidak terjadi lagi, pemerintah melalui 8 program unggulan Asta Cita telah mampu mengerek pertumbuhan ekonomi 6.81% dan ini adalah track record yang sangat baik tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang sedang terpuruk.

Setiap kuartal di tahun 2024 punya cerita,  berbagai dinamika datang silih berganti memengaruhi kondisi ekonomi kita.

Namun, APBN 2024 berhasil ditutup dengan baik berkat kerja luar biasanya.

APBN KiTa tetap terjaga sehat dan kredibel untuk menjadi landasan yang baik dalam menyongsong pelaksanaan APBN 2025 dengan optimis.

Adapun secara keseluruhan, postur APBN 2025 dirancang memiliki belanja sejumlah Rp 3.621 triliun dan pendapatan sebesar Rp 3.005 triliun.

Defisit anggaran pada tahun 2025 dirancang sebesar 2,53% dari PDB atau senilai Rp 616 triliun.



Selain menarik utang, pemerintahan Prabowo akan melakukan strategi refinancing untuk membayar utang jatuh tempo tahun depan yang mencapai Rp 800 triliun.



Utang pemerintah turun per akhir Agustus 2024. Jelang Presiden Joko Widodo lengser pada Oktober 2024 mendatang, utang Pemerintah kini sebesar Rp 8.461,93 triliun.



Total utang itu turun Rp 40,76 triliun dari catatan per akhir Juli 2024 senilai Rp 8.502,69 triliun. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga turun menjadi 38,49%, dari bulan lalu 38,68%.



Defisit ABN 31,2 Trilyun per Februari 2025 dan Maret ini pemerintah terlanjur 224,3 Trilyun berhutang ke depan beban hutang itu harus disudahi agar beban bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak tambah menggurita.  


Hutang



Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Republik Indonesia dalam membangun sejak Presiden RI pertama hingga kini, semua menyisakan utang luar negeri. Jumlahnya bervariasi, namun tren nya selalu bertambah. Karena hutang baru untuk menutup defisit APBN serta membayar cicilan dan bunga tiap tahun.




Keluar dari mainstream logika anggaran adalah bagaimana menciptakan sebuah rancangan yang tidak meleset dari defisit tiap tahun. Artinya perlu usaha kerja keras, memperbesar pendapatan dan menekan angka pengeluaran. Menghitung pengeluaran pokok yang realistis dan ditambah program percepatan ekonomi.



Negara harus hadir untuk memback up ekonomi rakyat sebagaimana amanah Konstitusi pasal 33 UUD 1945. Karenanya, usaha kebangkitan ekonomi Intinya adalah bagaimana mencari titik pijak kebangkitan ekonomi (Quantum economic).




Lompatan percepatan pertumbuhan ekonomi bisa dilakukan agar pendapatan nasional ada melalui obligasi, investasi, industri makanan minuman, ekonomi kreatif dan pariwisata, agroindustri pertanian dan peternakan, pembangunan kawasan ekonomi halal (halal food centre). Kemudian, ekonomi syariah, ekonomi maritim (nelayan) dan kawasan pesisir, UMKM serta berbagai lapangan usaha produktif yang melibatkan peran serta kalangan produktif dari kaum.



Pengangguran dan miskin (19,9 juta) itu menjadi prioritas utama dari pembangunan. Ghalibnya negara harus memutar cara keluar dari ketergantungan energi bumi dan gas, menuju pembangunan berkelanjutan dengan pemanfaatan energi terbarukan sebagai salah satu upaya untuk keluar dari hutang sembari berusaha penuh untuk tidak saja mencicil dan bunga.




Tapi bila perlu menyudahi hutang luar negeri dengan cara melakukan skenario ulang melalui kerjasama bilateral, multilateral serta internasional. Bentuknya bisa korting utang, rescheduling bahkan pengumpulan dana (pendapatan) untuk melunasi hutang dalam jangka waktu tertentu (perlulah dibentuk Badan Pelunasan Utang Luar Negeri).Sudah bagus sekarang ada DANATERA yang mengelola investasi hampir 14000 Trilyun lebih, ini menggairahkan iklim investasi di dalam negri membangkitkan kepercayaan investor.

Isu pembangunan infrastruktur dan utang kembali muncul ke permukaan, dan telah menjadi bahan diskusi di tengah-tengah masyarakat. Kemunculan isu ini  menggagas pembangunan infrastruktur tanpa utang. Dalam artian pemerintah membangun infrastruktur tanpa berutang atau membebani APBN. Tak pelak lagi, karena mengandung muatan politik, gagasan ini pun menuai kontroversi di masyarakat, ada yang pro dan ada pula yang kontra.

Di samping isu politik, gagasan ini memang wajar dipertanyakan kelayakan implementasinya masyarakat. Hal ini tak lain disebabkan kondisi kemampuan APBN yang terbatas. Sejak krisis ekonomi dan keuangan 1997/1998, APBN mengalami defisit anggaran. Di mana pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh.

Bahkan APBN mengalami defisit primary balance, artinya pendapatan negara tidak cukup men-cover pengeluaran pembayaran bunga utang. Namun, pada intinya masyarakat mempertanyakan bagaimana strategi infrastruktur dibangun tanpa berutang.

Gagasan membangun tanpa berutang mendapat tanggapan positif dari Menteri Keuangan, dan mendukung atas implementasi gagasan ini karena dapat menyehatkan perekonomian dan keuangan Indonesia. Membangun tanpa utang diartikan swasta yang membangun infrastruktur, dan ini merupakan hal yang digadang-gadang dalam pembangunan ekonomi yang sehat. Ekonomi tidak tergantung pada stimulus APBN.

Pemerintah menyatakan akan terus menjaga rasio utang dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang, seperti optimalisasi pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan Bank Indonesia.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan infrastruktur dengan mengedepankan kerjasama berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair. Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, blended financing serta SDG Indonesia One.

“Sri Mulyani, Menteri Keuangan di Kabinet Indonesia Asta Cita Jilid 1, rasanya tidaklah berlebihan jika ada penilaian terhadap menteri keuangan atau biasa disingkat menkeu sebagai Menteri Kecanduan Utang,” sebut Kusfiardi, mantan Ketua Koalisi Anti Utang Indonesia.


"Dalam tiga tahun terakhir keuangan negara bekerja keras, termasuk penggunaan instrumen utang yang akan kita bayar kembali (utang)," janji Menkeu.

saat yang bersamaan tekanan pembiayaan baru lahir dari kenaikan beban subsidi dan belanja rutin," tuturnya.


Antisipatifnya?

Untuk mengantisipasi kenaikan ULN pada 2025, pemerintah harus melakukan berbagai cara. Misalnya dengan menurunkan porsi Surat Bunga Negara (SBN) valuta asing serta mencari alternatif pendanaan.

"Mencari alternatif pendanaan misalnya kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk meredam risiko suku bunga tinggi.

Kemudian, melakukan perencanaan ulang terhadap kebutuhan anggaran dana serta melakukan penghematan terhadap anggaran kementerian dan lembaga. "Serta melakukan penundaan proyek infrastruktur yang dinilai membebani anggaran yang cukup besar," kata Menkeu.

Selanjutnya, bahwa pemerintah perlu meningkatkan rasio pajak khususnya kontribusi dari industri manufaktur yang berperan sebesar 30% dari total penerimaan pajak negara. Rasio kenaikan pajak ini tentu berdampak situasi buble, akan terjadi kenaikan harga dan inflasi.

Rencana menutup defisit ? 616 T  Trilyun dengan cara berhutang 960 T dengan hutang Luar Negeri kembali mulai sekarang harus dicegah. Defisit Keuangan negara bisa dicegah sedari sekarang.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan infrastruktur dengan mengedepankan kerjasama berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair. Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, blended financing serta SDG Indonesia One.

“Sri Mulyani, Menteri Keuangan di Kabinet Indonesia Asta Cits Jilid 1, rasanya tidaklah berlebihan jika ada penilaian terhadap menteri keuangan atau biasa disingkat menkeu sebagai Menteri Kecanduan Utang,” sebut Kusfiardi, mantan Ketua Koalisi Anti Utang Indonesia.

Membangun Indonesia tanpa utang, lanjut Kusfiardi adalah hal yang mungkin untuk dijalankan. Prasyarat untuk menjalankannya adalah mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada di dalam negeri. Tentu mengurangi besaran utang yang harus dibayar dengan devisa. Mengurangi utang dalam denominasi mata uang asing.

Kusfiardi yang juga Analis Ekonomi Politik, Co-Founder FINE Institute (Lembaga Kajian Fiskal dan Moneter) menambahkan, kondisi yang memprihatinkan lagi adalah keseimbangan primer defisit.Keseimbangan primer adalah penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. Defisit keseimbangan primer menunjukkan bahwa penerimaan negara tidak mencukupi untuk menutupi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Situasi itu menggambarkan penambahan utang selama ini jauh dari baik-baik saja.

Beberapa fakta selama ini menjerumuskan keuangan negara dalam jebakan utang, yakni pertama utang pemerintah bertambah; kedua, rasio utang terhadap PDB meningkat; ketiga, rasio pajak rendah; keempat, penerimaan pajak tidak tercapai; dan kelima, defisit keseimbangan primer

Berhentilah Berhutang

Selama tiga dekade (1966-1996), perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 6.81 persen setahun. Prestasi yang bersifat spektakuler dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang hanya sebesar 2.4 persen setahun pada periode terse but menempatkan Indonesia ke dalarn kelompok pilihan perekonomian.

Asia yang berkinerja tinggi (high-performing Asian economies) yang dicirikan adanya pertumbuhan yang cepat dan ketidakmerataan pendapatan yang menurun. Pasca pandemi dan krisis global yang menghantam dunia pada kurun terakhir, menyebutkan di tahun 2025 akan terjadi resesi dunia dimana pertumbuhan ekonomi tidak saja stagnan malah di beberapa negara Eropa ,Asia dan Afrika ada yang sudah terjadi peningkatan

"Dalam tiga tahun terakhir keuangan negara bekerja keras, termasuk penggunaan instrumen utang yang akan kita bayar kembali (utang)," janji Menkeu.

saat yang bersamaan tekanan pembiayaan baru lahir dari kenaikan beban subsidi dan belanja rutin," tuturnya.

Antisipatifnya

Untuk mengantisipasi kenaikan ULN pada 2025, pemerintah harus melakukan berbagai cara. Misalnya dengan menurunkan porsi Surat Bunga Negara (SBN) valuta asing serta mencari alternatif pendanaan.

"Mencari alternatif pendanaan misalnya kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk meredam risiko suku bunga tinggi," saran 

Kemudian, melakukan perencanaan ulang terhadap kebutuhan anggaran dana serta melakukan penghematan terhadap anggaran kementerian dan lembaga. "Serta melakukan penundaan proyek infrastruktur yang dinilai membebani anggaran yang cukup besar," kata Menkeu.

Selanjutnya, bahwa pemerintah perlu meningkatkan rasio pajak khususnya kontribusi dari industri manufaktur yang berperan sebesar 30% dari total penerimaan pajak negara. Rasio kenaikan pajak ini tentu berdampak situasi buble, akan terjadi kenaikan harga dan inflasi.

Rencana menutup defisit ? 616 Trilyun den berhutang 960 T dengan hutang Luar Negeri kembali mulai sekarang harus dicegah. 

Defisit Keuangan negara bisa dicegah sedari sekarang. Perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan posisi ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral).

Selain itu perlu memompa pendapatan negara serta sekaligus mengikis proyek pemborosan pengeluaran negara.Sehingga leseimbangan neraca keuangan diusahakan tidak defisit alias, njomplang besar pasak daripada tiang. Karena Bunga hutang 502,5 T plus cicilan 456 T itu sudah jadi beban APBN di 2024 (tersendiri).Tiada upaya lain  harapan pulihnya sektor Riil, UMKM dan tentu saja sektor-sektor produktif menjadi harapan agar tetap melangkah optimis dengan pertumbihan ekonomi yang ditargetkan.

Tentu lompatan pertumbuhan ekonomi tidak sim salabim, ikhtiar ini harus dikelola penuh kebersamaan apalagi setelah melewati masa transisi 100 hari Prabowo Gibran  2025, dimana agregat riuh gegap gemita ruang perbedaan politik dan adu kepentingan semestinya difokuskan untuk memerangi defisit APBN dan bersatu padu meningkakan dan memompa pendapatan negara.

“Pemerintah sepertinya abai dengan besarnya beban utang yang ada saat ini, membuat keseimbangan primer APBN mengalami defisit. Pemerintah menggunakan utang baru untuk membayar utang lama yang jatuh tempo. Kalau kondisi ini saja bisa diabaikan oleh pemerintah, sepertinya kepentingan nasional yang terganggu dan dikorbankan dengan adanya proyek jalur sutra bisa jadi tak begitu dihiraukan,” jelas kusfiardi.

Apakah pemerintah sengaja mewariskan beban bagi rezim berikutnya dengan masalah jebakan utang infrastruktur…?  Tanya balik Kufiardi, mantan ketua Koalisi Anti Utang Indonesia.

 Pertumbuhan yang mengesankan tersebut diakibatkan oleh adanya berbagai instrumen kebijakan yang konsisten selama periode tersebut, yang antara lain adalah (1) kebijaksanaan anggaran berimbang pacta tingkat nasional maupun tingkat daerah, (2) kebijakan pengendalian tingkat inflasi yang relatif stabil sepanjang periode tersebut, (3) kebijaksanaan sistem devisa bebas disertai dengan pengelolaan yang sangat hati-hati terhadap defisit neraca transaksi berjalan, dan (4) terus masuknya hutang luar negeri dengan persyaratan lunak dan tingkat suku bunga yang rendah. Langkah ke empat ini bisa dihindari ketika defisit sudah tidak terjadi lagi. (Aji)

Tidak ada komentar: